Peliharalah Lidahmu!!!!. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

RSS
Container Icon

MAKALAH "METODOLOGI STUDI ISLAM"

AL-HADITS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam sebagai agama Allah memiliki 2 sumber utama sebagai pedoman, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Sumber yang kedua, yaitu Hadits merupakan penjabaran dari sumber yang pertama yang maksudnya masih belum jelas (tersirat), khususnya yang berkaitan dengan masalah kehidupan umat.
Seiring dengan perkembangan kehidupan umat, ternyata posisi dan fungsi Hadits ini tidak saja dipalsukan, tetapi diingkari oleh kalangan umat tertentu. Oleh sebab itu, perlu kiranya pengkajian lebih mendalam mengenai apa itu Hadits dan apakah Hadits yang kita jadikan pegangan itu hadits yang sahih atau tidak.
Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai cara mengkaji hadits sahih.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian hadits?
2.      Bagaimana metode memahami hadits?
3.      Bagaimana metode studi hadits?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui  pengertian hadits.
2.      Mengetahui metode memahami hadits.
3.      Mengetahui metode studi hadits.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadits
Secara bahasa Hadits berasal dari bahasa Arab hadatsa, yahdatsu, hadatsan, haditsan yang berati sesuatu yang baru, menunjukkan waktu yang dekat, atau sesuatu yang di perbincangkan, diberitakan, dan dialihkan dari seorang ke orang lain.
Dilihat dari pendekatan istilah, para ahli memberikan ta’rif yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Diantaranya:
·      Menurut ahli Hadits adalah  Segala perkataan Nabi, perbuatan dan hal ihwalnya.
·      Sebagian muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadits merupakan Sesuatu yang disandar-kan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, taqrir maupun sifat beliau.
·      Menurut At-Tirmidzi : Bahwasanya hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqtu’, yaitu yang disandarkan kepada tabi’in.
·      Sementara ahli ushul fiqh berpendapat bahwa hadits merupakan segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.
Jadi, dapat diartikan bahwa hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, dan pernyataan/ketetapan (taqrir).

B.     Metode Memahami Hadits
Metode pemahaman (syarh) hadist  ialah ilmu tentang metode memahami hadis. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah, yakni metode syarh: cara-cara memahami hadis, sementara metodologi syarh: ilmu tentang cara tersebut. Metode yang digunakan oleh pensyarahan hadis ada tiga, yaitu metode tahlili (analitis), metode ijmali (global), dan metode muqarin (perbandingan).
1.      Metode Tahlili
Metode syarh tahlili adalah menjelaskan hadits-hadits Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah. Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili biasanya berbentuk ma'sur (riwayat) atau ra'y (pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma'sur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi'in atau ulama hadits. Sementara syarah yang berbentuk ra'y banyak didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.
Dengan metode ini pensyarah relatif memiliki kebebasan dalam mengemukakan ide-ide dan gagasan-gagasan baru dalam menjabarkan makna suatu teks hadits daripada metode ijmali, barang kali kondisi inilah yang membuat tahlili lebih berkembang pesat dibandingkan dengan ijmali. Namun dalam metode analitis, pensyarah tidak sadar bahwa dia telah mensyarah hadits secara subyektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang mensyarah hadits sesuai dengan kemauan pribadinya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.
Contoh kitab yang memakai metode “Tahlili” antara lain adalah kitab Fath Al-Bari Bi Syarhi Shahih Bukhori karya Ibnu Hajar Al-Asqolani.
2.      Metode Ijmali  (Global)
Metode ijmali (global) adalah menjelaskan atau menerangkan hadits­-hadits sesuai dengan urutan dalam kitab hadits yang ada dalam al-Kutub al-Sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan makna hadits dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami.
Metode ini terasa lebih praktis dan singkat sehingga dapat segera diserap oleh pembacanya. Namun metode ini tidak mnyediakan ruangan yang memuaskan bagi penulisnya untuk menganalisis sebuah hadits secara detail dan terperinci. Bagi pembaca yang membutuhkan pemahaman lebih tidak bisa terpenuhi oleh kitab yang menggunakan metode ini, sebab terkadang penjelasan yang sangat singkat juga bisa membingungkan pembaca dalam memahami syarah hadits.
3.      Metode Muqarin (perbandingan)
Metode Muqarin adalah metode memahami hadits dengan cara: (1)Membandingkan hadits yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama.(2)Membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadits.
Pemahaman dengan metode muqarin sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang sebuah hadits. Namun metode ini tidak relevan bagi pembaca tingkat pemula, karena pembahasan yang dikemukakan terlalu luas sehingga sulit untuk menentukan pilihan.
Jadi metode ini dalam memahami hadits tidak hanya membandingkan badits dengan hadits lain, tetapi juga membandingkan pendapat para ulama (pensyarah) dalam mensyarah hadis. Diantara Kitab yang menggunakan metode muqarin ini adalah Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi karya Imam Nawawi.

C.    Metode Studi Hadits
Metode studi hadits merupakan cara dalam mengkaji meneliti suatu hadits tentang keshahihannya. Dalam mengadakan penelitian dan pengkajian kualitas hadits, diperlukan adanya metode agar lebih mudah melakukan penelitian.
Langkah-langkah dalam meneliti hadits adalah sebagai berikut:
1.      Takhrijul Hadits
a. Pengertian takhrij hadits dan tujuannya
Secara etimologi, at-Takhrij sering diartikan juga dengan al-Istinbat (mengeluarkan), al-Tadrib (melatih), dan al-Tawjih (memperhadapkan). Secara terminologi yaitu menyebutkan suatu hadits dengan sanadnya sendiri. Dari penjelasan tersebut, secara umum takhrij hadits mempunyai tujuan untuk menunjukkan sumber hadits-hadits sekaligus menerangkan hadits tersebut diterima atau ditolak dalam hal keshahihannya.
b. Metode takhrij hadits
Metode yang digunakan untuk mentakhrij hadits ada lima, yaitu:
·       Matla’ al-Hadits : Penggunaan metode didasarkan atas lafadz pertama matan hadits. Melalui metode ini, pentakhrij terlebih dahulu menghimpun lafadz pertama hadits berdasarkan huruf-huruf hijaiyah. Setelah pentakhrij mengetahui lafadz pertama yang terletak dalam hadits tersebut, selanjutnya ia mencari lafadz itu dalam kitab-kitab takhrij yang disusun sesuai dengan metode ini berdasarkan huruf pertama, huruf kedua dan seterusnya. Contoh, hadits yang berbunyi “man ghasyaanaa falaisa minna” . Langkah pertama, karena lafadz pertamanya adalah “man”, maka pentakhrij harus mencarinya pada bab mim ( م ). Langkah kedua mencari huruf nun ( ن ) setelah mim ( م ) tersebut. Ketiga, mencari huruf-huruf selanjutnya yang mengiringinya, yaitu ghain ( غ ), dan demikian seterusnya. Kitab yang dapat dijadikan acuan dalam metode ini adalah al-Jami’ al-Shaghir min Hadits al-Basyir al-Nadzir karya al-Suyuthi.
·         Lafadz al-Hadits : Menelusuri hadits berdasarkan lafadz dari semua lafadz yang ada dalam matan hadits dengan pemberian kode nama yang dijadikan sumber rujukan, misalnya  محuntuk Ahmad, ت untuk Turmuzhi, هج untuk Ibn Majjah, ىم untuk Darimi; dan penjelasan tentang kitab atau bab dan halaman kitab yang dirujuk, misalnya Musnad Ahmad, nomor setelah rumus/kode terdapat dua bentuk: nomor kecil menunjukkan jilid dan nomor besar menunjukkan halaman dari kitab yang dimaksud.. Kitab yang membantu yaitu Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi karya A.J. Wensinck.
·         Rawi al-A’la : Takhrij dengan metode ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui secara pasti perawi pertamanya, baik dari kalangan Sahabat ataupun tabi'in. Langkah pertama dari metode ini adalah mengenal nama perawi pertama dari hadits yang akan ditakhrij. Langkah berikutnya adalah mencari nama perawi yang diinginkan dari kitab-kitab al-Athraf atau Musnad. Bila nama perawi pertama yang dicari telah ditemukan, kemudian dicari hadits yang diinginkan di antara hadits-hadits yang tertera di bawah nama perawi tersebut. Bila sudah ditemukan, maka akan diketahui ulama hadits yang meriwayatkannya. Kitab yang membantu di antaranya kitab al-Athraf karya al-Mizi.
·         Maudlu’ al-Hadits :Menelusuri hadits berdasarkan pada topik tertentu. Seorang pentakhrij boleh saja tidak terikat dengan bunyi atau lafadz matan hadits yang ditakhrijnya, tetapi berupaya memahami melalu topiknya. Upaya penelusurannya memerlukan kitab atau kamus yang dapat memberikan penjelasan riwayat hadits melalui topik yang telah ditentukan. Kitab yang membantu yaitu Miftah Kunuz al-Sunnah karya A.J. Wensinck.
·         Shifah al-Dhahirah : Menelusuri hadits berdasarkan pada sifat-sifat yang tampak atau kualifikasi jenis hadits seperti hadits qudsi, masyhur, mursal, dan lain-lain. Kitab yang membantu kegiatan ini adalah al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akbar fi al-Mutawatirah, karya al-Suyuthi.
2.      Penelitian Sanad
Langkah-langkah dalam penelitian sanad yaitu:
·         Al-I’tibar
Al-I’tibar (penyertaan) keseluruhan sanad-sanad hadits untuk suatu hadits tertentu serta metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing perawi hadits agar dapat memperoleh gambaran tentang adanya syahid dan muttabi’ dalam sanad hadits. Setelah itu, membuat bagan atau skema sanad dari masing-masing mukharij.
·         Meneliti pribadi seorang periwayat metode yang digunakan dalam meriwayatkan hadits.
Pada penelitian ini harus menggunakan acuan keshahihan sanad hadits tentang sanad yang bersambung, keadilan, kedhabitan para perawi. Selain itu juga terhindar dari syudzudz dan illat.
3.      Penelitian Matan
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian matan hadits adalah sebagai berikut:
a.     Melihat kualitas sanad hadits
Sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama penting dalam kaitannya dengan hujjah. Sanad tanpa adanya matan itu tidak dapat disebut dengan hadits, begitu juga sebaliknya matan hadits tidak dapat dikatakan sebagai hadits Rasulullah apabila tidak ada sanadnya. Kemudian apabila sanadnya lemah, maka matannya pun dapat dikatakan lemah pula. Untuk itu, mengetahui kualitas sanad hadits menjadi langkah awal penelitian matan hadits.
b.    Melihat susunan matan hadits yang semakna
Matan suatu hadits memiliki ragam yang banyak, hal ini dikarenakan kesalahpahaman dalam periwayatan atau pun perbedaan pemahaman. Akibatnya timbul berbagai macam lafadz matan hadits yang semakna, maka perlu dilakukan langkah muqarabah (perbandingan) terhadap matan-matan hadits yang memiliki kandungan makna yang sama, dan juga membandingkan sanad-sanadnya.
c.     Meneliti kandungan matan hadits
Untuk melakukan penelitian terhadap kandungan matan hadits ini perlu dilakukan perbandingan kandungan matan hadits yang sejalan. Oleh karenanya mempertautkan dengan dalil-dalil lain yang mempunyai topik masalah yang sama sangat membantu dalam memahami kandungan ini.







BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa hadits dari segi bahasa banyak sekali maknanya, tetapi yang banyak digunakan yaitu sesuatu yang diperbincangkan atau al-hadits dalam arti al-khabar. Sebagian muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadits dari segi istilah itu mempunyai cakupan yang luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan pada Nabi SAW (hadits marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadits mauquf), dan tabi’in (hadits maqtu’).
Dalam metode pemahaman (syarh) hadis, para ulama menggunakan 3 metode, yaitu metode tahlili (analitis), metode ijmali (global), dan metode muqarin (perbandingan). Dengan melihat karakter persamaan yang terdapat keempat metode itu mempunyai kelebihan maupun kelemahan masing-masing. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka tak diragukan lagi akan muncul metode maupun pendekatan baru untuk memahami hadis, karena hadis merupakan salah satu sumber pokok hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an tak kan lepas dari kajian maupun penelitian.
Perlunya meneliti hadits yaitu: Hadits sangat penting kehidupannya untuk diteliti, karena hadits Nabi sebagai salah satu salah satu sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Penelitian hadits dimaksudkan agar mengetahui kualitas hadits karena banyaknya hadits yang tidak sahih. Obyek penelitian hadits yaitu sanad dan matan, maka obyek penelitian hadits merujuk pada keduanya.
Dalam penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan penelitian hadits mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk mengetahui kualitas dari hadits yang diteliti, karena kualitas hadits berhubungan dengan kesahihan hadits. Hadits yang kualitasnya tidak memenuhi syarat dijadikan sebagai hujjah.
Langkah-langkah dalam meneliti hadits adalah sebagai berikut:
- Takhrijul Hadits
- Penelitian Sanad
- Penelitian Matan.
DAFTAR PUSTAKA

Naim,Ngainun.2011.Pengantar Studi Islam.Jogjakarta:Gre Publishing
Diktat Ilmu Hadits.MAN NU BLITAR.Progam Studi Keagamaan.
Hassan,A.Qadir.2007.Ilmu Mushtalah Hadits.Bandung:Diponegoro
http://zuhrah.blogspot.com/2010/03/metode-pemahaman-hadis-2.html
http://hielmybasya.blogspot.com/2013/03/metodologi-pemahaman-syarh-hadist.html




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: