Peliharalah Lidahmu!!!!. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

RSS
Container Icon

MAKALAH "AKHLAK TASAWUF"

PENYAKIT-PENYAKIT HATI


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Setiap manusia itu tidak akan luput dari salah dan lupa. Begitulah dalil yang sudah sangat familiar di kalngan kita. Karena pemilik kesempurnaan hanyalah Alloh SWT semata. Namun bukan karena alasan dalil tersebut kita tidak peduli ataupun tidak berusaha untuk menjadi insan terbaik yang selalu menjaga kebenaran.
Manusia di dunia ini tidaka akan terlepas dari dosa. Seiman apapun orangnya, sebaik apapun, se’alim apapun pasti pernah melakukan kesalahan / dosa, baik itu dosa secara lahiriah maupun batiniah.
Dosa yang bersifat lahiriah masih memungkinkan untuk diperbaiki dengan cara meminta bantuan kepada orang lain, dengan jalan meminta nasihat, petuah maupun tuntunan. Masih dibilang belum terlalu sulit mengatasi masalah tersebut karena kasat mata.
Namun apabila kita memiliki dosa yang bersifat batiniah, yaitu kategori penyakit-penyakit hati, seperti : riya’, dengki, berkata berlebihan, cinta dunia, sombong dan bangga diri. Ini tidak hanya menghancurkan kepada kehidupan sosial kita dengan sesama melainkan kepada diri sendiri juga. Karena jika hati telah rusak maka rusak pulalah jiwa dan raga. Untuk memahami lebih lanjut mengenai masalah tersebut, kami akan memberikan penjelasan dengan harapan bisa menjadi insan yang memiliki iman sempurna.

B.  Rumusan Masalah

1.      Apakah penjelasan penyakit-penyakit hati seperti : riya’, dengki, berkata berlebihan, cinta dunia, sombong dan bangga diri?

C.  Tujuan

1.      Mengetahui penjelasan penyakit-penyakit hati seperti : riya’, dengki, berkata berlebihan, cinta dunia, sombong dan bangga diri.






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kategori-kategori penyakit hati
1.    Riya’
Secara bahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah ada beberapa pengertian, diantaranya yaitu:
·      melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia, demi dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT.
·      menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu1”.
·      mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan2.
·      menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat3.

Sebagaimana ulama mengatakan,                                     وَالرِّيَاءُ إِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ

Riya’ adalah melakukan ibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapat keuntungan darinya (pujian dan penghormatan)”.

*      Macam-macam Riya’

وَهُوَ قِسْمَانِ : رِيَاءٌ خَالِصٌ كَانَ لاَ يَفْعَلَ الْقُرْبَةَ إِلاَّ لِلنَّاسِ

 وَرِيَاءٌ شِرْكٌ كَانَ يَفْعَلَهَا ِللهِ وَلِلنَّاسِ وَهُوَ أَخَفُّ مِنَ الْأَوَّلِ

“riya’ dibagi kedalam dua tingkatan: riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.

[1]

 

2.    Dengki
Secara bahasa hasud adalah iri dengki, adapun secara istilah yaitu mengharapkan hilangnya kenikmatan yang dimiliki orang lain baik dalam ilmu, harta benda ataupun ibadah, serta hal-hal lain yang membawa kebahagiaan pada orang yang tersebut.
Kata hasud berasal dari bahasa Arab, yaitu: Hasada-Yahsudu-Hasadan, yang artinya iri hati atau dengki. Sifat ini sangat berbahaya, dan bisa menyerang kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun tanpa pandang bulu, ras ataupun agama. Rasulullah SAW bersabda:“Terdapat tiga perkara yang dapat merusak seseorang yaitu sifat bakhil yang dituruti, nafsu yang dituruti dan merasa bangga dengan dirinya sendiri”.
Tanpa disadari sifat hasud merupakan dampak dari kekikiran, suatu sifat yang ada dalam diri seseorang untuk tidak ingin berbagi dan menyalurkan  rezeki pemberian Allah yang dimiliki kepada sesamanya. Orang yang hasud adalah mereka yang tidak rela terhadap seseorang yang mendapatkan nikmat dari Allah SWT, baik berupa harta, ilmu, kekuasaan, ataupun pujian dan sanjungan. Oleh karena itu, ia selalu berharap kepada orang lain untuk tidak mendapatkanya, walaupun nikmat itu juga tidak jatuh kepada dirinya. 
يَتَمَنَّى زَوَالَ النِّعْمَةِ عَلَى الْمُسْلِمِ
“Yang dinamakan hasud yaitu mengharapkan hilangnya kenikmatan pemberian Allah SWT kepada orang-orang (Islam) yang telah mendapatkan kenikmatan”.4         Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ:أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ
كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:” Ketahuilah bahwa hasud itu memakan pahala amal baik, sebagaimana api memakan kayu bakar”.                                        Betapa bahayanya apabila sifat ini melekat dalam diri kita. Orang yang senantiasa bersifat hasud maka ia akan selalu tersiksa baik di dunia ataupun di akhirat, didunia batinnya akan merana karena dirinya tidak rela nikmatnya jatuh kepada orang lain, sedangkan di akhirat ia akan mendapatkan siksaan yang pedih atas apa yang ia perbuat.

Firman Allah dalam Surah Ar-Ruum ayat 38:
فَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 
Artinya: “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.
Ulama ahli tafsir sepakat dalam menafsirkan ayat diatas, bahwa satu jalan untuk membiasakan diri dalam rangka menjauhkan diri dari sifat hasud adalah dengan berbagi kenikmatan kepada golongan orang-orang yang memiliki hak di dalamnya (mustadh’afin).
·         Ciri-ciri Pendengki5:
1.    Menginginkan lenyapnya dari orang lain, meskipun kenikmatan itu tidak berpindah pada dirinya.
2.    Menginginkn lenyapnya kenikmatan dari orang lain karena dia sendiri mengingginkannya
3.    Tidak menginginkan kenikmatan itu sendiri,tetapi menginginkan nikmat yang serupa,apabila dia tidak memperolehnya maka dia merusak kenikmatan orang lain.
4.    Menginginkan kenikmatan yang serupa,dan apabila dia gagal maka tidak menginginkan leyapnya kenikmatan dari seseorang,la,sikap yang seperti ini tiperbolehkan agama

3.    Berbicara Berlebihan
Berbicara berlebihan sama halnya dengan sedikit bicara dan menghindarkan diri kesia-siaan. Diantara karakter orang yang beriman adalah menhindarkan diri dari kesia-siaan. Alloh berfirman dalam
a.    QS. Al-Mukminun ayat 1-3, berarti :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”.
b.    QS. Al-Furqon ayat 63 dan 72, berarti :
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”.

c.       QS. Al-Qoshosh ayat 55, berarti :
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.
Sabda Rasulullah yang artinya : “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang akhlaknya paling baik. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan yang pling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak mengumbar kata (ats-tsartsaruuna), orang yang besar mulut (al-mutasyaddiquuna) dan orang yang sombong  (al-mutafaihiquuna). Mereka berkata, “Wahai Rasululloh, kami mengerti tentang yang dimaksud dengan ats-tsartsaruuna dan  al-mutasyaddiqun, lalu apa yang dimaksud dengan al-mutafaihiquuna?”. Beliau menjawab, “Dialah orang yang sombong”.(HR. Tirmidzi)

*      Larangan terlalu banyak bertanya kecuali memang diperlukan
Rosululloh bersabda,                                        إِنَّ اللهَ كَرِهَ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَة السُّؤَل
“Sesungguhnya Alloh membenci banyak cerita dan banyak cerita diantara kalian ”.
Firman Alloh dalam QS. Al-Maidah ayat 101
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Dampak banyak berbicara, diantaranya adalah:
1.   Kesulitan dalam menghadapi hari perhitungan
2.   Menghilangkan wibawa
3.   Menghilangkan ketenangan dan ketentraman
4.   Menyebabkan banyak kesalahan
5.   Membuat orang lain tidak mampu mengingat apa yang mereka dengar (ingat sebagian)



4.    Cinta Dunia
Yang di maksud dengan hub al adunya adalah cinta terhadap dunia. Cinta terhadap dunia bisa berwujud kemasyhuran, popularitas, kekuasaan, pangkat atau jabatan, materi dan nafsu  terhadap lawan jenis. Cinta terhadap dunia ini banyak menimbulkan bencana. Menurut sufi sifat ini yang paling membahayakan bagi kaum sufi dalam berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan sifat hub aldunya paling diwaspadai oleh kaum sufi agar mereka tidak terjangkit. Bila tidak diwaspadai akan mengkotori jiwa mereka. Selama mereka masih cinta dunia mereka akan sulit menjadi manusia yang paripirna yang dapat berkomunikasi dengan Tuhan . Peperangan, permusuhan, pembunuhan, bencana terputusnya tali silaturrahmi ,dan sebagainya banyak ditimbulkan oleh adanya sifat alhub al dunya.
Kecintaan terhadap popularitas dapat melahirkan kesombongan, kecintaan terhadap kekuasaan dapat menimbulkan permusuhan,  kecintaan terhadap pangkat dan jabatan dapat menimbulkan kedengkian dan dendam. Kecintaan terhadap materi  dapat menyebabkan orang lupa diri,  kecintaan  kepada lawan jenis dapat menyebabkan orang jatuh hina martabatnya bahkan lebih hina dari pada hewan, melakukan pembunuhan korupsi, penyelewengan-penyelewengan dan sebagainya. Pendek kata cinta dunia sangatlah tercela bagi perspektif kaum sufi. Cinta dunia merupakan hambatan yang harus disingkirkan, karena itu kaum sufi dalam mencapai tujuan-tujuannya mereka  mengosongkan jiwanya dari sifat hub al adunya. Seperti yang dikatakan  rosul yang diriwayatkan imam muslim (cinta dunia adalah pangkalnya kesalahan).

5.    Sombong dan Bangga Diri
Takabbur adalah memandang rendah orang lain, dan menganggap tiggi dirinya atau mulia dirinya sendiri,atau membesarkan diri dihadapan orang lain.
Allah mencela perbuatan takabbur dalam beberapa firmannya: “akan aku palingkan dari tanda-tanda oarangorang yang meyombongkan diri dibumi tanpa alsan yang  benar”. (Q.S Ala’raf[7]:146)
 QS..Al-Nahl [16]:23                                                                     إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.      
 (QS.Mukmin [40]:60)                            إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ         
 Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.
QS.Al-Isra’([17]:37            وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا
Artinya:Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung (QS.Al-Isra’([17]:37)

·         Pembagian Takabbur6 :
1.    Takabur kepada Allah swt, inilah takabur paling berat dan keji, ini seperti yang dilakukan fira’un karena mengaku dirinya dapat memerangi tuhan semesta alam atau takabur yang diperlihatkan oleh orangorang yang mengaku Tuhan.

2.    Takabbur kepada rasul,yaitu tidak mau mengajarkan ajaranajaran nabi mihammad SAW.serta menghina dan menyepelekan ajarannya. Ini seperti kaum quraisy yang menentang dakwah Nabi Muhammad SAW.

3.    Takabur terhadap sesama manusia, yaitu mengaggap orang lain remeh dan hina. Meskipun tigkatannya lebih rendah dari yang pertama dan kedua, kesombongan yang ketiga ini tetap saja merupakan perilaku yang sangat dicela karena kesombongan, keagungan dan kemuliaan tidak layak, kecuali bagi allah,tuhan semesta alam. dalam sebuah hadist qudsi Allah berfirman yang artinya: “kesombongan adalah slendangku dan kemuliaan adalah sarung/pakaianku siapa yang mengambil salah satunya dari-Ku akan Aku campakkan dia kedalam neraka. Hujjatul islam juga berkata bahwa sanya orang tidak takabur kecuali ketika ia merasa dirinya besar karena memiliki beberapa kesempurnaan,baik berkaitan dengan agama maupun dunia.









BAB III
KESIMPULAN

Untuk menjauhkan diri atau membersihkan hati daripada perbuatan tercela tersebut, kita umat Islam hendaklah mengamalkan sifat muraqabah. Muraqabah adalah  dapat memperlihatkan dan menghayati kepentingan dan hak Allah dengan memperhitungkan diri sendiri, berapa banyak kebaikan dan dosa yang telah kita lakukan sebagai perbandingan supaya terus berhati-hati dalam setiap berbuat dan bertindak.

Bertaubat adalah jalan terbaik bagi mereka yang melakukan dosa atau yang terlanjur melakukan perbuatan itu. Taubat dan istighfar amat dituntut atas setiap orang yang beriman agar terhindar dari perbuatan-perbuatan itu sebagai upaya penanggulan.













DAFTAR PUSTAKA

Syeikh Ahmad Rifa’I, Riayah Akhir, Bab Ilmu Tasawuf, Korasan 22, halaman 3, baris 6-8, bisa juga dilihat dalam karangan beliau lainnya dalam kitab Abyan al-Hawaaij, Juz V, korasan 69
anwar,rosihon,akhlaq tasawuf,cv pustaka setia bandung
fuadi,imam,menuju kehidupan sufi,pt.bina ilmu Jakarta
www.gudang ilmu.com
Al-Qur’an dan Terjemahan


[1] Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari
2 Menurt pendapat Imam Al-Ghazali
3 Menurt pendapat Imam Habib Abdullah Haddad



4 Syeikh Ahmad Rifai dalam kitabnya Riayah Al-Himmah Juz 2 korasan 22, halaman 19, baris 9

5 Tingkatan Dengki Menurut Al-Ghozali
6 Pembagian Menurut Imam Al-Ghozali

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: