PENYAKIT-PENYAKIT HATI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia itu tidak akan luput dari salah dan lupa.
Begitulah dalil yang sudah sangat familiar di kalngan kita. Karena pemilik
kesempurnaan hanyalah Alloh SWT semata. Namun bukan karena alasan dalil
tersebut kita tidak peduli ataupun tidak berusaha untuk menjadi insan terbaik
yang selalu menjaga kebenaran.
Manusia di dunia ini tidaka akan terlepas dari dosa.
Seiman apapun orangnya, sebaik apapun, se’alim apapun pasti pernah melakukan
kesalahan / dosa, baik itu dosa secara lahiriah maupun batiniah.
Dosa yang bersifat lahiriah masih memungkinkan untuk
diperbaiki dengan cara meminta bantuan kepada orang lain, dengan jalan meminta
nasihat, petuah maupun tuntunan. Masih dibilang belum terlalu sulit mengatasi
masalah tersebut karena kasat mata.
Namun apabila kita memiliki dosa yang bersifat batiniah,
yaitu kategori penyakit-penyakit hati, seperti : riya’, dengki, berkata
berlebihan, cinta dunia, sombong dan bangga diri. Ini tidak hanya menghancurkan
kepada kehidupan sosial kita dengan sesama melainkan kepada diri sendiri juga.
Karena jika hati telah rusak maka rusak pulalah jiwa dan raga. Untuk memahami
lebih lanjut mengenai masalah tersebut, kami akan memberikan penjelasan dengan
harapan bisa menjadi insan yang memiliki iman sempurna.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah penjelasan penyakit-penyakit hati seperti
: riya’, dengki, berkata berlebihan, cinta dunia, sombong dan bangga diri?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui penjelasan penyakit-penyakit
hati seperti : riya’, dengki, berkata berlebihan, cinta dunia, sombong dan
bangga diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kategori-kategori penyakit hati
1. Riya’
Secara bahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatu
amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah ada beberapa
pengertian, diantaranya yaitu:
·
melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena
demi manusia, demi dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah
kepada Allah SWT.
·
menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat
manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu1”.
·
mencari
kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal
kebaikan2.
·
menuntut
kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang
ditujukan untuk akhirat3.
Sebagaimana ulama mengatakan, وَالرِّيَاءُ إِيْقَاعُ الْقُرْبَةِ لِقَصْدِ النَّاسِ
“Riya’ adalah melakukan ibadah karena mengharap arah kepada manusia supaya mendapat keuntungan darinya (pujian dan penghormatan)”.
Macam-macam Riya’
وَهُوَ قِسْمَانِ : رِيَاءٌ خَالِصٌ كَانَ لاَ يَفْعَلَ الْقُرْبَةَ إِلاَّ لِلنَّاسِ
وَرِيَاءٌ شِرْكٌ كَانَ يَفْعَلَهَا ِللهِ وَلِلنَّاسِ وَهُوَ أَخَفُّ مِنَ الْأَوَّلِ
“riya’ dibagi kedalam dua tingkatan: riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.
[1]
2. Dengki
Secara bahasa hasud adalah
iri dengki, adapun secara istilah yaitu mengharapkan hilangnya kenikmatan yang
dimiliki orang lain baik dalam ilmu, harta benda ataupun ibadah, serta hal-hal
lain yang membawa kebahagiaan pada orang yang tersebut.
Kata hasud berasal dari bahasa
Arab, yaitu: Hasada-Yahsudu-Hasadan, yang artinya iri hati atau dengki. Sifat ini sangat berbahaya,
dan bisa menyerang kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun tanpa pandang bulu,
ras ataupun agama. Rasulullah SAW bersabda:“Terdapat tiga perkara yang dapat
merusak seseorang yaitu sifat bakhil yang dituruti, nafsu yang dituruti dan
merasa bangga dengan dirinya sendiri”.
Tanpa disadari sifat hasud merupakan
dampak dari kekikiran, suatu sifat yang ada dalam diri seseorang untuk tidak
ingin berbagi dan menyalurkan rezeki pemberian Allah yang dimiliki kepada
sesamanya. Orang yang hasud adalah mereka yang tidak rela
terhadap seseorang yang mendapatkan nikmat dari
Allah SWT, baik berupa harta, ilmu, kekuasaan, ataupun pujian dan sanjungan.
Oleh karena itu, ia selalu berharap kepada orang lain untuk tidak
mendapatkanya, walaupun nikmat itu juga tidak jatuh kepada dirinya.
يَتَمَنَّى
زَوَالَ النِّعْمَةِ عَلَى الْمُسْلِمِ
“Yang dinamakan hasud
yaitu mengharapkan hilangnya kenikmatan pemberian Allah SWT kepada orang-orang
(Islam) yang telah mendapatkan kenikmatan”.4
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ:أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ
يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ
كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ
الْعُشْبَ
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:”
Ketahuilah bahwa hasud itu memakan pahala amal baik,
sebagaimana api memakan kayu bakar”. Betapa bahayanya apabila sifat ini melekat
dalam diri kita. Orang yang senantiasa bersifat hasud maka ia akan selalu
tersiksa baik di dunia ataupun di akhirat, didunia batinnya akan
merana karena dirinya tidak rela nikmatnya jatuh kepada orang lain, sedangkan
di akhirat ia akan mendapatkan siksaan yang pedih atas apa yang ia perbuat.
Firman Allah dalam Surah Ar-Ruum ayat 38:
فَآَتِ ذَا
الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ
يُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya,
demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan
mereka itulah orang-orang beruntung.
Ulama ahli tafsir sepakat dalam
menafsirkan ayat diatas, bahwa satu jalan untuk membiasakan diri dalam rangka
menjauhkan diri dari sifat hasud adalah dengan berbagi kenikmatan kepada
golongan orang-orang yang memiliki hak di dalamnya (mustadh’afin).
·
Ciri-ciri Pendengki5:
1.
Menginginkan lenyapnya dari orang lain, meskipun
kenikmatan itu tidak berpindah pada dirinya.
2.
Menginginkn lenyapnya kenikmatan dari orang
lain karena dia sendiri mengingginkannya
3.
Tidak menginginkan kenikmatan itu
sendiri,tetapi menginginkan nikmat yang serupa,apabila dia tidak memperolehnya
maka dia merusak kenikmatan orang lain.
4.
Menginginkan kenikmatan yang serupa,dan apabila dia
gagal maka tidak menginginkan leyapnya kenikmatan dari seseorang,la,sikap yang
seperti ini tiperbolehkan agama
3. Berbicara Berlebihan
Berbicara berlebihan sama halnya dengan sedikit bicara
dan menghindarkan diri kesia-siaan. Diantara karakter orang yang beriman adalah
menhindarkan diri dari kesia-siaan. Alloh berfirman dalam
a. QS. Al-Mukminun ayat 1-3, berarti :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”.
b. QS. Al-Furqon ayat 63 dan 72, berarti :
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”.
c. QS. Al-Qoshosh ayat 55, berarti :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat,
mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami
dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul
dengan orang-orang jahil”.
Sabda Rasulullah yang artinya : “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai
dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang
yang akhlaknya paling baik. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan yang
pling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak
mengumbar kata (ats-tsartsaruuna), orang yang besar mulut (al-mutasyaddiquuna)
dan orang yang sombong
(al-mutafaihiquuna). Mereka berkata, “Wahai Rasululloh, kami mengerti
tentang yang dimaksud dengan ats-tsartsaruuna dan al-mutasyaddiqun, lalu apa yang dimaksud
dengan al-mutafaihiquuna?”. Beliau menjawab, “Dialah orang yang sombong”.(HR.
Tirmidzi)
Larangan terlalu banyak bertanya kecuali
memang diperlukan
Rosululloh bersabda, إِنَّ اللهَ كَرِهَ
لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَة السُّؤَل
“Sesungguhnya
Alloh membenci banyak cerita dan banyak cerita diantara kalian ”.
Firman Alloh dalam QS. Al-Maidah
ayat 101
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu
dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan
diterangkan kepadamu. Allah memaafkan
(kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
Dampak banyak berbicara, diantaranya adalah:
1. Kesulitan dalam menghadapi hari perhitungan
2. Menghilangkan wibawa
3. Menghilangkan ketenangan dan ketentraman
4. Menyebabkan banyak kesalahan
5. Membuat orang lain tidak mampu mengingat apa yang
mereka dengar (ingat sebagian)
4. Cinta Dunia
Yang di maksud dengan hub
al adunya adalah cinta terhadap dunia. Cinta terhadap dunia bisa berwujud
kemasyhuran, popularitas, kekuasaan, pangkat atau jabatan, materi dan
nafsu terhadap lawan jenis. Cinta
terhadap dunia ini banyak menimbulkan bencana. Menurut sufi sifat ini yang
paling membahayakan bagi kaum sufi dalam berhubungan langsung dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Bahkan sifat hub aldunya paling diwaspadai oleh kaum sufi agar mereka
tidak terjangkit. Bila tidak diwaspadai akan mengkotori jiwa mereka. Selama
mereka masih cinta dunia mereka akan sulit menjadi manusia yang paripirna yang
dapat berkomunikasi dengan Tuhan . Peperangan, permusuhan, pembunuhan, bencana
terputusnya tali silaturrahmi ,dan sebagainya banyak
ditimbulkan oleh adanya sifat alhub al dunya.
Kecintaan terhadap
popularitas dapat melahirkan kesombongan, kecintaan terhadap kekuasaan dapat
menimbulkan permusuhan, kecintaan
terhadap pangkat dan jabatan dapat menimbulkan kedengkian dan dendam. Kecintaan
terhadap materi dapat menyebabkan orang
lupa diri, kecintaan kepada lawan jenis dapat menyebabkan orang
jatuh hina martabatnya bahkan lebih hina dari pada hewan, melakukan pembunuhan
korupsi, penyelewengan-penyelewengan dan sebagainya. Pendek kata cinta dunia
sangatlah tercela bagi perspektif kaum sufi. Cinta dunia merupakan hambatan
yang harus disingkirkan, karena itu kaum sufi dalam mencapai tujuan-tujuannya
mereka mengosongkan jiwanya dari sifat
hub al adunya. Seperti yang dikatakan rosul yang diriwayatkan imam muslim (cinta dunia
adalah pangkalnya kesalahan).
5. Sombong dan Bangga Diri
Takabbur adalah
memandang rendah orang lain, dan menganggap tiggi dirinya atau mulia dirinya
sendiri,atau membesarkan diri dihadapan orang lain.
Allah mencela
perbuatan takabbur dalam beberapa firmannya: “akan aku palingkan dari
tanda-tanda oarangorang yang meyombongkan diri dibumi tanpa alsan yang benar”. (Q.S Ala’raf[7]:146)
QS..Al-Nahl [16]:23
إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.
(QS.Mukmin [40]:60) إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.
QS.Al-Isra’([17]:37
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ
تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا
Artinya:Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung (QS.Al-Isra’([17]:37)
·
Pembagian Takabbur6 :
1.
Takabur kepada Allah swt, inilah
takabur paling berat dan keji, ini seperti yang dilakukan fira’un karena
mengaku dirinya dapat memerangi tuhan semesta alam atau takabur yang
diperlihatkan oleh orangorang yang mengaku Tuhan.
2.
Takabbur kepada
rasul,yaitu tidak mau mengajarkan ajaranajaran nabi mihammad SAW.serta menghina
dan menyepelekan ajarannya. Ini seperti kaum quraisy yang menentang dakwah Nabi
Muhammad SAW.
3. Takabur
terhadap sesama manusia, yaitu mengaggap orang lain remeh dan hina.
Meskipun tigkatannya lebih rendah dari yang pertama dan kedua, kesombongan
yang ketiga ini tetap saja merupakan perilaku yang sangat dicela karena
kesombongan, keagungan dan kemuliaan tidak layak, kecuali bagi allah,tuhan semesta alam. dalam sebuah hadist qudsi Allah berfirman yang artinya: “kesombongan
adalah slendangku dan kemuliaan adalah sarung/pakaianku siapa yang mengambil salah
satunya dari-Ku akan Aku campakkan dia kedalam neraka”. Hujjatul islam juga berkata bahwa sanya orang tidak takabur kecuali ketika ia merasa dirinya besar karena memiliki
beberapa kesempurnaan,baik berkaitan dengan agama maupun dunia.
BAB III
KESIMPULAN
Untuk menjauhkan diri atau membersihkan hati daripada perbuatan tercela tersebut, kita umat Islam hendaklah mengamalkan
sifat muraqabah.
Muraqabah adalah dapat memperlihatkan dan menghayati
kepentingan dan hak Allah dengan memperhitungkan diri sendiri, berapa banyak
kebaikan dan dosa yang telah kita lakukan sebagai
perbandingan supaya terus berhati-hati dalam setiap berbuat dan bertindak.
Bertaubat adalah jalan terbaik bagi mereka yang melakukan dosa atau
yang terlanjur melakukan perbuatan itu. Taubat dan istighfar amat dituntut
atas setiap orang yang beriman agar terhindar dari perbuatan-perbuatan itu sebagai
upaya penanggulan.
DAFTAR PUSTAKA
Syeikh Ahmad Rifa’I, Riayah Akhir,
Bab Ilmu Tasawuf, Korasan 22, halaman 3, baris 6-8, bisa juga dilihat dalam
karangan beliau lainnya dalam kitab Abyan al-Hawaaij, Juz V, korasan 69
anwar,rosihon,akhlaq tasawuf,cv
pustaka setia bandung
fuadi,imam,menuju
kehidupan sufi,pt.bina ilmu Jakarta
www.gudang ilmu.com
Al-Qur’an dan
Terjemahan
2 Menurt
pendapat Imam Al-Ghazali
3 Menurt pendapat Imam Habib Abdullah Haddad
0 komentar:
Posting Komentar