IMMANUEL KANT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati
(iman) dalam berebut dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang
akal menang mutlak, kadang-kadang iman yang menang mutlak. Kedua-duanya membahayakan
hidup manusia. Yang menguntungkan hidup manusia ialah bila akal dan iman
mendominasi hidup manusia secara seimbang.
Dilihat dari jurusan ini sekurang-kurangnya ada tiga filosof
besar. Socrates yang berhasil menghentikan pemikiran sofisme dan mendudukkan
akal dan iman pada posisinya, Descrates yang berhasil menghentikan dominasi
iman (Kristen) ddan menghargai akal, serta Kant yang berhasil menghentikan
sofisme modern untuk mendudukkan kembali akal dan iman pada kedudukan
masing-masing. Dalam kerangka inilah agaknya Kant mendapat tempat yang lebih
dari lumayan di dalam sejarah filsafat.
Situasi pemikiran yang dihadapi Kant sekalipun sama dengan
situasi pemikiran yang dihadapi oleh Socrates, pada esensinya benar-benar sudah
mencapai titik kritis. Argumen-argumen Kant dimuat didalam bukunya, Critique of
Pure Reason (Kritik atas Rasio Murni) dan Critique of Practical Reason
(Kritik Atas Rasio Praktis) dan Critique of Judgment (Kritik Atas
Pertimbangan).
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah riwayat kehidupan dan karya Immanuel Kant?
2.
Apakah kritisisme itu?
3.
Bagaimana kritisisme Immanuel Kant Critique of Pure Reason,
Critique of Practical Reason, dan critique of Judgment?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui riwayat kehidupan
Immanuel Kant.
2. Untuk mengetahui pengertian
kritisisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana kritisisme
Immanuel Kant (Critique of Pure Reason,
Critique of Practical Reason, dan critique of Judgment).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Kehidupan Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tanggal 22
April 1724 di Konigsberg, Prusia Timur, Jerman. Dari anak seorang pembuat
pelana kuda. Dia tinggal di kota ini hingga meninggal pada usia 80-an (1804).
Keluarganya menganut kristiani yang shaleh. Keyakinan agamanya itu sekaligus
merupakan latar belakang yang cukup penting bagi pemikiran filosofinya,
terutama masalah etika.
Kant memasuki Universitas Konigsberg
pada usia 16 tahun. Setelah selesai ia menjadi guru privat. Kemudian pada tahun
1755, ia kembali ke universitas Konogsberg menjadi dosen, dan tahun 1770 ia
diangkat menjadi professor, terutama di bidang logika dan metafisika.
Sejak kecil ia tidak meninggalkan
desanya, kecuali hanya selama beberapa waktu singkat untuk mengajar di desa
tetangganya. Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting diantaranya ialah tentang
“akal murni”. Menurutnya, dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi, dan
jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang
masuk itu, lalu oleh jiwa itu diklasifikasikan dan dipersepsikan ke dalam ide.
B.
Pengertian Kritisisme
Kritisisme adalah filsafat yang
memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan
batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham
Rasionalisme (paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui
pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta) dan faham
Empirisme (pencarian kebenaran melalui pembuktian-pembukitan indrawi, kebenaran
belum dapat dikatakan benar apabila tidak bisa dibuktikan secara indrawi, yaitu
dilihat, didengar dan dirasa).
Immanuel Kant mengkritisi
Rasionalisme dan Empirisme yang hanya mementingkan satu sisi dari dua unsur
(akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan
mengabaikan yang lain hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah. Kant
jelas-jelas menolak cara berfikir seperti ini. Karena itu, Kant menawarkan
sebuah konsep “Filsafat Kritisisme” yang merupakan sintesis dari rasionalisme
dan empirisme. Kata kritik secara harfiah berarti “pemisahan”.
Filsafat Kant bermaksud
membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada
kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada
segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai
penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan
batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
Dengan filsafatnya Kant bermaksud
memugar sifat objektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud itu
terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan
dari sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi
pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari segala pengalaman, sedangkan
empirisme mengira hanya dapat memperoleh pengenalan dari pengalaman saja.
Ternyata bahwa empirisme sekalipun mulai dengan ajaran yang murni tentang
pengalaman, tetapi melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme
yang radikal.
Dengan kritisisme, Imanuel Kant
mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.
Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah
separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera
kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang
ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa
kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding
an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua
orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan
atribut dari dunia fisik di mana hal itu merupakan materi pengetahuan. Yang
kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
·
Adapun ciri-ciri Kritisisme adalah sebagai berikut:
a.
Menganggap obyek pengenalan berpusat pada subyek dan bukan
pada obyek.
b.
Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau
gejalanya atau fenomenanya saja.
c.
Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu
diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur a priori yang berasal dari rasio
serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsure aposteriori yang berasal dari
pengalaman yang berupa materi.
1. Critique
of Pure Reason
(Kritik atas Rasio Murni)
Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa
untuk mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur
yang terlepas dari segala pengalaman (seperti misalnya “ide-ide bawaan” ala
Descrates). Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori berarti unsure-unsur
yang berasal dari pengalaman (seperti Locke yang menganggap rasio sebagai
“lembaran putih”).
Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume, empirisme yang
bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang
dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu
mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan
alam yang dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan
berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 C selalu begitu
dan begitu dan begitulah dimana-mana.
Adapun Inti dari Kritik atas Rasio Murni
adalah sebagai berikut:
a. Kritik atas akal murni menghasilkan
sketisisme yang beralasan.
b.
Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian
pada yang dicita-citakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi
dari pada akal teoritis.
c.
Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas
adalah moralitas yang abadi.
2. Critique of Practical Reason
(Kritik Atas Rasio Praktis)
Rasio murni yang dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang
dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi, disamping rasio murni terdapat
rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan atau dengan
lain kata, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant
memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang
disebutnya sebagai imperative kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal
yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya
dituntut. Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis.
Ketiga postulat dimaksud itu ialah:
1. Free Will, Kehendak yang bebas
2. Keabadian Jiwa, Immortaolitas
Jiwa (warisan Plato. Manusia mati, tetapi Jiwa tak pernah Mati, makanya ide
bersifat abstrak dan diatas segalanya)
3. Tuhan, merupakan sesuatu yang kita percaya dan yakini
akan keadaanya, akan tetapi sulit untuk mebuktikan kenampakan fisiknya.Yang
tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio
praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya
Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga
postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias kepercayaan.
Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus
Kristus dengan penemuan filsafatnya.
Dalam kritiknya antara lain kant menjelaskan bahwa ciri
pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan pengertian baru. Untuk itu ia
membedakan tiga aspek putusan. Pertama, putusan analitis a priori, dimana
predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subyek, karena termasuk di
dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis
aposteriori, misalnya pernyataan misalnya meja itu bagus disini predikat
dihubungkan dengan subyek berdasakan pengalaman indrawi. Ketiga , putusan
sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan kendati bersifat
sintesis, tetapi bersifat apriori juga, misalnya, putusan yang berbunyi segala
kejadian mempunyai sebab.
3.
Critique of Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan )
Kritik ketiga dari Kant atas rasionalisme dan empirisme
adalah sebagaimana dalam karyanya Critique of Judgment. Sebagai
konsekuensi dari “Kritik atas Rasio Umum ” dan “Kritik atas Rasio Praktis”
ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak, di
bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud
kritik der unteilskraft ialah mengerti kedua persesuaian kedua
lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).
Finalitas bisa besifat subyektif dan obyektif. Kalau
finalitas bersifat subyektif, manusia mengarahkan obyek pada diri manusia
sendiri. Inilah yang terjadi di dalam pengalaman estetis (seni). Dengan
finalitas yang bersifat obyektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari
benda-benda dari benda-benda alam.
Adapun
Inti dari Critique of Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai
berikut:
a.
Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan
pemahaman.
b.
Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek
dari pemahaman.
c.
Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan
yang baik
d. Estetika adalah cirinya tidak
teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar subjektif.
e.
Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan:
(a) subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif
(menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman).
Kritisisme Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua
pendekatan alam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran
substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak
mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula
pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman
benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak
real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme
harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris
harus rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian,
kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat Immanuel Kant yakni Kritisisme
adalah penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang
dipelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang dipelopori oleh David Hume.
Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni Kritik atas Rasio Murni, Kritik
atas Rasio Praktis dan Kritik atas Pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang
sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan
pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir
yang rasional dan empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Muzairi,M.Ag.2009.Filsafat
Umum.Yogyakarta:Teras
0 komentar:
Posting Komentar