Peliharalah Lidahmu!!!!. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

RSS
Container Icon

BERPIKIR DAN INTELIGENSI



BERPIKIR DAN INTELIGENSI
I.          BERPIKIR
A.       Proses Berpikir
1.    Berbagai Cara pemecahan Masalah
Sebagaimana diterangkan dalam bab terdahulu, berpikir selalu berhubungan dengan masalah-masalah, baik masalah yang timbul dari situasi masa kini, masa lampau, dan mungkin masalah-masalah yang sering terjadi.
Proses pemecahan masalah itu disebut proses berpikir. Dalam memecahkan tiap masalah timbullah dalam jiwa kita berbagai kegiatan, antara lain:
·      Kita menghadapi suatu situasi yang mengandung masalah. Pertama-tama kita mengetahui lebih dulu apa masalahnya ? Apakah yang kita hadapi itu suatu masalah.
·      Bagaimanakah masalah itu dapat dipecahkan.
·      Hal-hal manakah yang sekiranya dapat membantu pemecahan masalah tersebut.
·      Apakah tujuan masalah itu dipecahkan.
Dengan kata lain, tiap kita menghadapi masalah dan terdapat bermacam-macam faktor, yang kesemuanya merupakan rangkaian pemecahan masalah-masalah itu sendiri. Dari kegiatan yang disebutkan diatas, ada beberapa faktor yang biasanya tidak dapat ditinggalkan dalam berpikir. Apa masalahnya, bagaimana memecahkannya, apa tujuannya, faktor-faktor apa yang membantu. Maka dalam berpikir sering timbul pertanyaan, apa, mengapa, bagaimana, untuk apa, dan sebagainya.
Diantara faktor yang disebutkan, tujuan adalah menentukan. Karena kalau orang memandang situasi itu tidak mengandung masalah, dengan sendirinya tidak memahami tujuan memecahkan masalah tersebut, kemungkinan besar situasi yang dihadapi tidak perlu dihadapi dengan berpikir.
Tingkatan suatu masalah menentukan proses pemecahan yang digunakan. Tidak semua masalah sama tingkat kesukarannya dan tidak setiap masalah dapat dipecahkan dengan cara yang sama.
Dari bermacam-macam masalah ada pula bermacam-macam cara pemecahan, antara lain : 
·      Dengan insting
·      Dengan kebiasaan-kebiasaan
·      Dengan aktivitas pikir
2.    Proses Berpikir dan Kegiatan Jiwa dalam Berpikir
Dalam bab ini dibicarakan tentang berpikir dalam fungsinya untuk memecahkan suatu masalah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan :
a.    Proses berpikir dalam memecahkan masalah
·      Ada minat untuk memecahkan masalah
·      Memahami tujuan pemecahan masalah itu
·      Mencari kemungkinan2 pemecahan
·      Menentukan kemungkinan mana yang digunakan
·      Melaksanakan kemungkinan yang dipilih untuk memecahkan masalah
b.    Dalam proses berpikir timbul kegiatan-kegiatan jiwa:
·  Membentuk pengertian
·  Membentuk pendapat
·  Membentuk kesimpulan

 

a)      Pengertian
1.    Apakah pengertian itu?
Untuk menjelaskan apakah pengertian itu, lebih dulu disajikan contoh, sebagai berikut: “Pada awal liburan ini siswa-siswi kelas II SMPN Negeri berdarmawisata ke Borobudur. Rombongan berangkat jam 08.00 pagi dengan kendaraan bus”. Dari contoh tersebut, kita mempunyai tanggapan tentang kendaraan. Kita mempunyai bermacam-macam tanggapan tentang kendaraan, seperti : bus, sepeda, truk, mobil, kereta api, perahu, kapal, bemo, dan sebagainya.
Berjenis-jenis alat yang ditumpangi untuk bepergian itu disebut kendaraan. Kata kendaraan ini adalah suatu pengertian. Kalau kita mengatakan kendaraan, kita mempunyai pengertian pada kendaraan itu. Dan apabila kita hanya mengatakan satu saja, yakni kendaraan, tidak menyebutkan jenis kendaraan apa maka pengertian tersebut masih merupakan pengertian abstrak, karena jenis kendaraan yang dimaksud masih samar-samar. Tetapi kalau kita mengatakan kendaraan bus, kita mempunyai pengertian yang lebih konkret. Disamping kendaraan sendiri merupakan suatu pengertian, bus juga merupakan suatu pengertian pula.
Dalam hal ini kita belum menyebutkan jenis bus yang mana, bus yang catnya bagaimana, bus baru/kuno, bus panjang/pendek, bus milik siapa, dan sebagainya. Walaupun keterangan-keterangan ini tidak disebutkan, tetapi kita mempunyai pengertian tentang bus. Bus termasuk jenis kendaraan yang berbeda dengan sepeda, bukan kereta api, bukan kapal, bukan pesawat dan bukan pula dokar.
Kendaraan adalah pengertian, bus pun merupakan pengertian. Bus termasuk kendaraan, bus merupakan pengertian yang lebih konkret daripada kendaraan saja. Bus DAMRI lebih konkret daripada bus. Bus DAMRI bercat biru lebih konkret daripada bus DAMRI, dan sebagainya.
Tiap-tiap benda mempunyai sifat pokok (ciri khas) yang menentukan adanya pengertian tertentu bagi benda itu, misalnya : bus. Jenis kendaraan yang disebut bus, mempunyai ciri-ciri pokok yang dapat membedakan dengan jenis kendaraan yang lainnya. Disamping ada sifat-sifat pokok ada pula sifat-sifat kebetulan/sifat-sifat yang tidak merupakan sifat pokok, misalnya Damri. Kebetulan yang disebut jenis bus Damri, dan ternyata tidak semua bus milik Damri. Damri disini hanya sebagai sifat kebetulan saja. Bus baru bercat biru, kata “biru” dan “bercat biru” hanya sifat kebetulan saja, karena bus tetap akan dikatakan bus walau bukan Damri, tidak baru dan tidak bercat biru, dan tidak akan dikatakan lainnya.
Sifat-sifat kebetulan tidak akan mengubah sifat pokok. Adanya sifat-sifat kebetulan dari bus tersebut tidak akan mengubah sifat pokok pada bus. Maka sifat-sifat kebetulan itu disebut juga sifat tambahan. Dalam menanggapi segala sesuatu, jiwa kita tidak pasif tetapi selalu aktif, diantaranya memahami sifat-sifat yang dimiliki, menghubungkan sifat yang satu dengan sifat yang lainnya, menggolong-golongkan sifat-sifat yang bersamaan, memisahkan sifat-sifat tambahan, merangkum sifat-sifat pokok. Itulah pekerjaan pikir kita sampai mendapatkan suatu pengertian.
Pengertian adalah hasil proses berpikir yang merupakan rangkuman sifat-sifat pkok dari suatu barang/kenyataan yang dinyatakan dalam suatu perkataan.
2.    Perbedaan antara Tanggapan dan Pengertian
Tanggapan + hasil pengamatan yang merupakan gambaran/lukisan/kesan dari pengamatan yang tersimpan dalam jiwa.
Pengertian + hasil berpikir, yang merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang kenyataan yang dinyatakan dengan suatu perkataan.
3.    Pengertian Lengkap dan Tidak Lengkap
Pembentukan pengertian sudah dimulai pada pengamatan pertama pada suatu barang/ kenyataan. Pada tingkat permulaan ini akan menghasilkan pengertian yang belum lengkap. Segala sifat-sifat pokok pada barang itu belum seluruhnya dimengerti. Dengan pengamatan yang berulang-ulang, pengertian kita terhadap sesuatu makin menjadi lebih terang, sifat-sifat pokoknya kita mengerti, dan sifat-sifat yang baik pokoknya kita ketahui pula.
Jadi dapat dikatakan, bahwa pengertian kita mengalami perkembangan, tiap-tiap kita mempunyai sifat-sifat yang terhitung pokok dapat melengkapi pengertian kita. Makin lengkapnya pengertian, kita tidak semata-mata tergantung pada pengulangan, pengamatan, tetapi kegiatan pikiran kita sangat berpengaruh pula.
4.    Pengertian Empiris dan Pengertian Logis
Pengertian Empiris disebut pula pengertian pengalaman, yakni pengertian yang dibentuk dari pengalaman hidup sehari-hari. Misalnya, pengertian tentang rumah, lampu, pohon, kursi, dan sebagainya. Pengertian pengalaman biasanya belum lengkapdan tidak mendalam. Akan menjadi lengkap dan lebih mendalam kalau kita ulang-ulang berkali-kali dengan kemajuan pikir yang sanggup menyelami benda-benda tersebut.
Pengertian logis ini biasanya diperoleh dengan aktivitas pikir dengan sadar dan sengaja memahami sesuatu. Karena pengertian logis ini banyak digunakan dalam kalangan ilmu pengetahuan, maka disebut juga pengertian ilmiah.
5.    Isi dan Luas Pengertian
a.    Isi pengertian, yaitu segala sifat-sifat yang terdapt pada segala barang kenyataan yang tercantum dalam pengertian itu. Misalnya: isi pengertian dari unggas.
Unggas binatang berangka, berkaki dua, dan bersayap.
b.     Luas pengertian, yakni banyaknya barang-barang yang dapat masuk kedalam pengertian dan dapat dikenakan padanya sifat-sifat dari isi pengertian itu. Misalnya, luas pengertian dari unggas: burung, ayam, itik, dan sabagainya.
Dari hubungan antara isi dan luas pengertian dapat disimpulkan, bahwa makin sedikit isi, pengertian makin luas lapangannya dan makin banyak isinya makin sempit lapangannya.
6.    Pengertian Tinggi dan rendah
Pengertian Tinggi : dikatakan pengertian tinggi, kalau pengertian itu mempunyai unsur-unsur/sifat-sifat yang tidak banyak dan pengertian itu meliputi barang-barang yang banyak jumlahnya. Misalnya: Binatang. Unsur-unsurnya tidak banyak.
Binatang munyusui unsur-unsurnya lebih banyak daripada binatang. Lembu adalah binatang menyusui: unsur-unsurnya lebih banyak lagi daripada binatang menyusui.
Dengan contoh tersebut dapat dikatakan, kalau pengertian binatang lebih tinggi daripada lembu binatang menyusui. Kalau dibalik, lembu binatang menyusui lebih rendah daripada pengertian binatang menyusui, pengertian binatang menyusui lebih rendah daripada binatang.
Pengertian Tinggi/Rendah
Binatang
Binatang menyusui
Binatang menyusui lembu
Binatang menyusui lembu Madura
Pengertian rendah lebih khusus: Dikatakan pnengertian rendah, kalau pengertian itu mempunyai unsur-unsur/sifat-sifat yang banyak dan karenanya pengertian itu hanya meliputi barang-barang yang sedikit jumlahnya.( Perhatikan contoh diatas).
7.    Proses Membentuk Pengertian Logis
Dimuka telah diterangkan bermacam-macam pengertian, diantaranya pengertian pengalaman dan pengertian logis. Keduanya berbeda, tetapi kadang-kadang garis perbedaan yang tegas sukar ditarik. Sekali lagi ditegaskan, pengertian logis dalam pembentukannya dicirikan dengan adanya kesengajaan, sadar, dan ketelitian. Selanjutnya akan dibicarakan proses pembentukan pengertian logis melalui 4 proses :
a.       Proses Analisis (menguraikan), yang dimaksud ialah menguraikan unsur-unsur/sifat-sifat/ciri-ciri dari objek yang sejenis. Misalnya menganalisis zat cair, berarti berusaha mengetahi sifat-sifat/ ciri-ciri dari sejumlah zat cair.
b.      Proses komparasi (membandingkan), yang dimaksud ialah membandingkan unsur-unsur/sifat-sifat yang telah dianalisis. Langkah analisis ini untuk menemukan mana unsur yang bersamaan, mana sifat-sifat yang umum dan mana sifat-sifat yang termasuk sifat kebetulan/tambahan.
c.       Proses abstraksi (mengurangkan), yang dimaksud ialah menyisihkan sifat-sifat kebetulan/tambahan dari sifat-sifat umum dan yang tertinggal hanya sifat-sifat umum saja. Misalnya, sifat-sifat tambahan dari zat cair kita tiadakan.
d.      Proses kombinasi (menggabung, merangkum), yang dimaksud ialah sifat-sifat umum yang bersamaan kita rangkum, lalu kita tetapkan menjadi definisi.
Definisi ialah penentuan/ pembatasan sifat2 dari isi suatu pengertian dengan kata2.
Demikianlah proses pembentukan pengertian logis yang berbeda dengan pembentukan pengertian pengalaman. Sebenarnya sejak kecil sudah ada pembentukan pengertian logis. Pengertian tentang sesuatu yang telah dibentuk tidak berlaku selama-lamanya. Tidak terbatas pada pengertian saja, bahkan dalam ilmu pengetahuan terdapat perubahan-perubahan/kemajuan-kemajuan, misalnya:
·      Pengertian tentang atom. Semula orang berpendapat bagian benda yang terkecil disebut atom. Atom adalah unsur yang terkenal tidak dapat dibagi lagi. Tetapi dalam perkembangan pengetahuan, ternyata atom masih dapat dibagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
·      Peredaran benda-benda di langit. Menurut Ptolemaeus, dengan teorinya yang bersifat geosentris dikatakan, bahwa bumi kita (dunia) dilingkungi oleh bintang-bintang, dan yang menetap pada lapisan tertentu. Bumi kita tidak bergerak, sedang benda-benda langit (planet) bergerak mengitari bumi dan berpusat pada bumi.
Dari kemajuan ilmu pengetahuan, Copernicus dengan teorinya yang bersifat heliosentris mengatakan, bahwa bumi dan benda-benda langit bergerak serta beredar mengelilingi matahari.
8.    Faedah pengertian
a.    Pengertian sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari
Tiap manusia sejak kecil belajar dan mempunyai banyak pengertian. Kebanyakan orang mengenal pengertian barang-barang/hal-hal yang berhubungan dengan keperluan sehari-hari dan hal ini tergantung pada kepentingannya masing-masing. Seorang petani mempunyai banyak pengertian yang berhubungan dengan penghidupannya sebagai petani. Seorang tukang mempunyai banyak pengertian yang berhubungan dengan pertukangan, dan sebagainya.
b.    Pengertian membantu kita dapat berpikir cepat
Dalam memecahkana masalah kita perlu berpikir, dan dalam berpikir kita sangat membutuhkan pengertian. Kurangnya pengertian akan menghambat kerja pikir kita. Jelaslah, pengertian yang kita miliki akan memperlancar kerja pikir kita.
Contoh :
1.    Pada awal tahun ajaran banyak anak-anak akan mendaftarkan sekolah, kemana mereka akan mendaftarkan tergantung pada kehendak dan kemampuan mereka. Diantaranya Adam yang mendaftarkan ke SMP. Tentunya anak tersebut sudah mempunyai pengertian tentang SMP walaupun belum sedalam mungkin. Maka dalam usaha mendaftarkan diri, mereka tidak akan mendatangi semua jenis sekolah, tidak semua jenis sekolah dimasuki lalu mendaftarkan diri. Dengan dimilikinya pengertian tentang SMP mereka dapat berpikir kemana dia harus mendaftarkan diri.
2.    Dalam pelajaran berhitung ada sebuah soal yang sederhana sekali ”Rudi mempunyai 15 ekor ayam. Sebelum lebaran dijual 5 ekor. Menjelang lebaran 3 ekor disembelih. Tinggal berapa ekor ayam Rudi?”
Untuk mengerjakan soal hitungan ini diperlukan daya pikir. Murid-murid harus berpikir. Anak-anak berpikir dan dapat menyelesaikan hitungan itu, kalau mereka mempunyai pengertian tentang angka : 15, 5, dan 3. Disini diperlukan pengertian bilangan dan angka. Tanpa dimilikinya pengertian bilangan, sukarlah anak-anak akan mengerjakan soal-soal hitungan tersebut.

b)     Pendapat
1.    Apakah pendapat itu?
Selain pembentukan pengertian, kegiatan jiwa yang lain dalam berpikir adalah pembentukan pendapat. “Rumah itu besar”. Dalam contoh ini ada dua bagian dari deretan kata yang penting, yakni “rumah” dan “besar”. Kalau kita hanya menyebutkan satu kata saja, misalnya “rumah”, kita terbatas pada pengetahuan melulu. Sedangkan tanggapan yang berhubungan dengan  “rumah itu  besar”, ada 2 jenis pengertian yang dirangkaikan dan disebutkan bersama secara berurutan. Rangkaian kata-kata  “rumah itu besar” disebut pendapat. Contoh lain :
“Diponegoro seorang Pahlawan”                    - suatu pendapat
“Matahari terbit”                                             - suatu pendapat
Jadi, Pendapat merupakan hasil pekerjaan pikir yang meletakkan hubungan antara tanggapan yang satu dengan yang lainnya yang dinyatakan dalam suatu kalimat.
Untuk menyebutkan sebuah pengertian atau tanggapan biasanya cukup menggunakan satu kata, sedang untuk menyatakan suatu contoh diatas, ketiganya merupakan suatu pendapat.
2.    Proses Pembentukan Pendapat
a.    Menyadari adanya tanggapan/pengertian, karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa menggunakan pengertian atau tanggapan.
b.    Menguraikan tanggapan/pengertian. Misalnya, kepada seorang anak kita berikan sepotong karton kuning berbentuk persegi panjang empat. Dari tanggapan yang majemuk itu (sepotong, karton, kuning, persegi, empat) dianalisis. Kalau anak tersebut ditanya, apakah yang kau terima. Mungkin jawabannya hanya “karton kuning”. Karton kuning adalah suatu pendapat.
c.    Menentukan hubungan logis antara bagian-bagian. Setelah sifat-sifat dianalisis, berbagai sifat dipisahkan tinggal dua pengertian saja yang kemudian satu sama lain dihubungkan, misalnya menjadi “karton kuning”. Beberapa pengertian yang dibentuk menjadi suatu pendapat yang dihubungkan dengan sembarangan tidak akan menghasilkan suatu hubungan logis dan tidak dapat dinyatakan dalam suatu kalimat yang benar.
Suatu kalimat dicirikan dengan :
·      Ada pokok (subjek)
·      Ada sebutan (predikat) dan selamanya pkok selalu diterangkan (D) oleh sebutan, atau sebutan selalu menerangkan (M) pkok.
Dalam suatu kalimat bahasa Indonesia “rumah itu besar”, mengandung pengertian bahwa besar memberikan keterangan pada rumah. Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai suatu pandapat yang tidak dapat dinyatakan dengan sebuah kalimat, mungkin hanya dengan satu patah kata saja, misalnya : “keluar”. Satu patah kata ini disebut pendapat, karena mungkin yang dimaksud adalah : “Ali, keluarlah dari ruang ini”. Suatu pertanyaan, “Adakah ayah di rumah?” Lalu dijawab, “Pergi”. Disini kata “pergi” merupakan suatu pendapat, walaupun hanya merupakan satu patah saja.
3.    Pendapat Tunggal dan Majemuk
Kalau dalam rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi satu kalimat, disebut pendapat tunggal, misalnya : rumah itu besar.
Kalau dalam suatu rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi beberapa pendapat dikatakan pendapat majemuk. Misalnya: “Rumah itu besar dan sekarang akan dibongkar”.

c)      Kesimpulan
Dimuka telah diterangkan tentang pembentukan pengertian dan pembentukan pendapat. Baik pengertian maupun pendapat adalah hasil kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir selanjutnya adalah membentuk pendapat berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Proses tersebut membuat kesimpulan atau konklusi/keputusan.
Konklusi/kesimpulan suatu pendapat baru yang dibentuk dari pendapat-pendapat lain yang telah ada. Macam-macam kesimpulan : kesimpulan deduktif, induktif dan analogis.
1.    Kesimpulan Deduktif
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yakni dimulai dari hal-hal umum yang menuju pada hal-hal yang khusus/hal-hal yang lebih rendah.
Proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju pada hal-hal yang lebih konkret. Jalan berpikir demikian disebut jalan berpikir deduktif.
Prinsip-prinsip berpikir deduktif
a.    Silogisme
Apa yang dipandang benar pada semua pendapat/peristiwa yang ada pada suatu jenis, berlaku pada semua pendapat/peristiwa yang sejenis pula.
Contoh :
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi)
Alat untuk mencapai pengetahuan dengan jalan deduksi disebut silogisme. Dengan kata lain, silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari dua pendapat dan satu kesimpulan. Perhatikan contoh berikut : Semua manusia akan mati (pendapat pertama). Amin adalah manusia (pendapat kedua). Amin akan mati (konklusi). Rangakaian pendapat pertama dan kedua disebut silogisme.
b.    Mayor dan Minor
“Semua manusia akan mati”           (premis mayor/pertama/pendapat besar).
“Amin akan mati”                          (konklusi/kesimpulan)
“Amin adalah manusia kecil”         (premis minor/kedua/pendapat kecil)
Jadi, silogisme adalah rangkaian dari premis pertama (mayor), premis kedua (minor) dan konklusi (kesimpulan). Maka sering dikatakan silogisme = kesimpulan ketiga.
Catatan : Premis berasal dari bahasa latin premise, artinya dugaan, sangkaan, dan (assumption, Inggris). Pembentukan kesimpulan adalah dengan dua premis dan ditarik menjadi satu konklusi.
c.    Suku Tengah
Kita hanya dapat menarik kesimpulan dari dua pendapat kalau pendapat pertama dan kedua tersebut mempunyai suatu unsur (term) yang sama. Pada contoh diatas terlihat (manusia merupakan unsur yang sama), maka kedudukan manusia disitu disebut suku tengah.
d.   Kelemahan-kelemahan Kesimpulan Deduktif
Karena kesimpulan deduktif dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang ada maka ada kalanya kesimpulan deduktif ini tidak tepat atau salah. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi antara lain :
·      Kesalahan material yakni kesalahan dari isi premis mayor. Misalnya : Semua orang yang rajin bekerja menjadi kaya. Parto rajin bekerja (minor), Parto dapat menjadi kaya (konklusi).
·      Pada contoh tersebut, premis mayor tidak mempunyai isi yang benar, karena semua orang yang rajin bekerja belum tentu menjadi kaya. Walaupun Parto bekerja dengan rajin belum tentu dapat menjadi kaya. Maka konklusi yang diambil tidak benar.
·      Kesalahan-kesalahan formal. Kesalahan ini tidak terdapat pada isi premisnya, tetapi pada jalan deduksinya, misalnya :
       I.            Semua burung dapat terbang              (pendapat)
Kelelawar dapat terbang                     (pendapat)
Jadi, kelelawar adalah burung             (konklusi)
    II.            Semua kambing bermata dua              (pendapat)
Ular bermata dua                                 (pendapat)
Jadi, ular adalah kambing                    (konklusi)
2.    Kesimpulan Induktif
Kesimpulan induktif dibentuk dengan cara induksi, yakni dimulai dari hal-hal yang khusus menuju pada hal-hal yang umum. Proses pembentukan kesimpulan induktif ini dimulai dari situasi yang konkret menuju ke hal-hal abstrak. Dari pengertian-pengertian yang rendah pada pengertian-pengertian yang lebih tinggi/umum. Misalnya :
a.         Batang manga tumbuh keatas.
Batang kelapa tumbuh keatas.
Batang cemara tumbuh keatas.
Konklusi : Semua tanaman batangnya tumbuh keatas.
b.        Besi bila dipanaskan memuai.
Perak bila dipanaskan memuai.
Tembaga bila dipanaskan memuai.
Konklusi : Semua benda padat bila dipanaskan memuai.
Jalan berpikir demikian disebut jalan berpikir induktif, dengan memeriksa baik-baik tentang sifat benda yang diperbandingkan, maka konklusi yang diambil tidak diragukan lagi.
3.    Kesimpulan Analogi
Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan situasi sebelumnya. Dalam berpikir analogis, kita meletakkan suatu hubungan baru berdasarkan hubungan-hubungan baru itu, misalnya :
·      Dokter tulisannya buruk
·      Rudi tulisannya buruk
·      Rudi seorang dokter (konklusi)
Pada pembentukan kesimpulan dengan jalan analogi, jalan pikiran kita didasarkan atas persamaan suatu keadaan yang khusus lainnya. Karena pada dasarnya hanya membandingkan persamaan-persamaan dan kemudian dicari hubungannya. Maka sering kesimpulan yang diambil itu tidak logis.
Dalam berpikir analogis ini ada kemungkinan timbul kesimpulan yang berdasarkan pesamarataan (generalisasi), misalnya :
·      Dirun seorang yang kejam
·      Abas anak Dirun yang sulung mempunyai sifat kejam
·      Ali adik Abas yang terkecil tentu akan menjadi orang yang kejam pula
Generalisasi dapat mengandung kesalahan yang besar. Seperti pada contoh diatas ini belum tentu menjadi seorang yang kejam walaupun ayah dan bundanya mempunyai sifat-sifat itu.
Dari ketiga jenis kesimpulan dapat dibagikan :
·      Kesimpulan deduktif : dari umum ke khusus.
·      Kesimpulan Induktif : dari khusus ke umum.
·      Kesimpulan Analogi : dari khusus ke khusus.

B.       Bentuk-Bentuk Berpikir
1.      Berpikir dengan pengalaman (Routine Thinking)
Dalam bentuk berpikir ini, kita harus giat menghimpun berbagai pengalaman pemecahan masalah yang kita hadapi. Kadang-kadang satu pengalaman itu dipercaya atau dilengkapi oleh pengalaman-pengalaman yang lain.
2.      Berpikir Representatif
Dengan berpikir representatif, kita sangat bergantung pada ingatan-ingatan dan tanggapan-tanggapan saja. Tanggapan-tanggapan dan ingatan-ingatan tersebut kita gunakan untuk memecahakan masalah yang kita hadapi.
3.      Berpikir Kreatif
Dengan berpikir kreatif kita dapat menghasilkan sesuatu yang baru, menghasilkan penemuan-penemuan baru. Kalau kegiatan berpikir kita untuk menghasilkan sesuatu dengan menggunakan metode-metode yang telah dikenal maka dikatakan berpikir produktif, bukan kreatif.
4.      Berpikir Reproduktif
Dengan berpikir ini, kita tidak menghasilkan sesuatu yang baru, tetapi hanya sekedar memikirkan kembali dan mencocokan dengan sesuatu yang telah dipikirkan sebelumnya.
5.      Berpikir Rasional
Untuk menghadapi suatu situasi dan memecahkan masalah digunakanlah cara-cara berpikir logis. Untuk berpikir ini tidak hanya sekedar mengumpulkan pengalaman dan membanding-bandingkan hasil berpikir yang telah ada, melainkan dengan keaktifan akal kita memecahkan masalah.
6.         Tingkat-Tingkat Berpikir
Aktivitas berpikir tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala berpikir tidak berdiri sendiri, dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa yang lain. Misalnya pengamatan, tanggapan, ingatan , dan sebagainya.
Aktivitas berpikir sendiri adalah abstrak. Namun demikian, dalam praktik sering kita jumpai bahwa tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan secara abstrak. Dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan supaya persoalan yang kita hadapi menjadi lebih konkret. Sehubungan dengan itu memang ada beberapa tingkat berpikir. Diantaranya,
a.       Berpikir Konkret
Dalam tingkatan ini kegiatan berpikir masih memerlukan situasi-situasi yang nyata / konkret. Berpikir membutuhkan pengertian sedangkan pengertian yang diperlukan pada tingkat ini adalah pengertian yang konkret. Tingkat berpikir ini pada umumnya dimiliki oleh anak-anak kecil. Konsekuensi dan aktif pelajaran hendaknya disajikan dengan peragaan langsung.
b.      Berpikir Skematis
Sebelum meningkat pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian bahan, skema, corat-coret, diagram, simbol, dan sebagainya. Walaupun pada tingkat ini kita berhadapan dengan situasi nyata/konkret, tetapi dengan pertolongan bagan-bagan, corat-coret ini dapat memperlihatkan hubungan persoalan yang satu dengan yang lainnya, dan terlihat pula masalah yang dihadapi sebagai keseluruhan. Dengan pertolongan bagan-bahgan tersebut situasi yang dihadapi tidak benar-benar konkret dan tidak benar-benar abstrak.
c.       Berpikir Abstrak
Kita berhadapan dengan situasi dan masalah yang tidak berwujud, akal pikiran kita bergerak bebas dalam alam abstrak. Baik situasi-situasi nyata maunpun bagan-bagan /symbol-simbol/gambar-gambar skematis tidak membantunya. Namun demikian, tidak berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri melainkan tanggapan, ingatan dapat membantunya. Disamping itu, kecerdasan pikir sendirilah yang berperanan memecah-kan masalah. Maka tingkat ini dikatakan tingkat berpikir yang tinggi. Orang-orang dewasa biasanya telah memilki kemampuan berpikir abstrak ini.
Kemampuan berpikir manusia selalu mengalami perkembangan sebagaimana diterangkan didepan. Pada anak-anak masih dalam tingkat konkret. Makin maju perkembangan psikisnya kemampuan berpikirnya berkembang setahap demi setahap, meningkat pada hal-hal yang agak abstrak, yakni tingkat bagan skematis. Dari tingkat bagan makin lama makin berkembang kemampuan berpikirnya dan berkembanglah kemampuan abstraksinya. Semakin tinggi tingkat abstraksinya, maka hal-hal yang konkret makin ditinggalkan .

C.       Gangguan Berpikir
Setelah kita membicarakan fungsi dan peranan, sifat-sifat dan kualitas berpikir maka kita perlu mengetahui beberapa gangguan pikiran yang dapat menimbulkan penyelewengan berpikir.
Beberapa gangguan berpikir, antara lain :
1.    Oligoprenia : tuna kecerdasan (oliges = sedikit, phren=jiwa pikiran). Penderita oligoprenia seolah-olah dilahirkan dengan bekal yang terbatas, dan perkembangan intelaknya pun terbatas pula.
2.    Idiola : ketunaan yang terberat, terdapat tanda-tanda tidak ada kemampuan memenuhi hidup sendiri, sukar mengembangkan diri.
3.    Imbesila : dungu, lebih ringan daripada idiot. Orang yang imbesila sudah dapat mandi sendiri, makan sendiri, hanya tingkat perkembangannya terbatas.
4.    Debilita : tolol, moron, lemah kemampuan. Kemampuannya mendekati oaring yang normal, namun taraf kemajuan yang dapat dicapai masih sangat terbatas.
5.    Demensia : mula-mula penderita mengalami perkembangan normal, tetapi sesuatu sebab perkembangannya terhenti dan mengalami kemunduran yang mencolok.
6.    Delusia : (keadaan yang menunjukkan gagasan yang ilisif). Delusia sangat erat hubungannya dengan gejala ilusi, penderita mempunyai keyakinan yang kuat tentang sesuatu, tetapi tidak menurut kenyataan.
7.    Obsesia : (obsessio = pengepungan). Penderita seolah-olah dikepung atau dicengkeram oleh pikiran-pikiran tertentu yang tidak masuk akal (tidak logis). Makin besar usaha untuk melepaskan diri, makin besar pula gangguan pikiran yang mencengkeram.
Catatan Praktis
1.    Kemampuan berpikir sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Tetapi karena manusia tidak hanya mempunyai kemampuan pikir saja maka dalam pendidikan tidak dibenarkan kalau hanya memperhatikan perkembangan dan kecerdasan pikir semata. Hal ini akan menimbulkan pendidikan yang berat sebelah, yakni pendidikan yang intelektualistis (intelektualisme dalam pendidikan), yakni aliran yang menagung-agungkan kemampuan pikir.
2.    Jiwa manusia merupakan suatu kebutuhan total, tiap gejala tidak berdiri sendiri, tetapi satu sama lain saling berhubungan dalam satu kebulatan organis. Daya pikir akan dapat bekerja lebih baik kalau fungsi-fungsi jiwa yang lain membantunya. Maka untuk mencapai pendidikan yang harmonis segala fungsi jiwa tidak dapat diabaikan.
3.    Belajar tidak sama dengan berpikir. Dalam belajar terdapat aktivitas pikir dan dalam proses belajar diperlukan aktivitas seluruh fungsi jasmani dan rohani sebaik-baiknya.
4.    Menghafal dan mengingat tidak sama dengan brpikir maka kemampuan menghafal dan mengingat yang baik belum memberi jaminan bahwa orang itu cerdas pikiran-nya. Namun demikian, kemampuan mengungat tidak dapat diabaikan, dan ingatan akan sangat besar fungsinya, kalau gejala sesuatu yang diingat benar-benar dimengerti. Berhubungan dengan ingatan, dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan pengetahuan yang setiap saat siap digunakan. Pengetahuan semacam itu disebut pengetahuan siap atau pengetahuan parat (paratekennis). Pengetahuan siap tidak hanya merupakan yang sekadar hafal saja, tetapi pengetahuan yang pengertiannya benar-benar dikuasai.
5.    Kemampuan berpikir tumbuh bertingkat-tingkat, dari tingkat konkret ke tingkat abstrak. Pendidikan dan pengajaran hendaknya dusesuaikan dengan tingkat perkembagan pkikiran. Sehubungan dengan ini penggunaan peragaan sangat penting bagi anak yang masih banyak dikuasai oleh sifat-sifat kekonkretan.
6.    Daya berpikir dapat berubah dan meningkat kualitasnya. Demikian pula kecerdasan manusia dapat dikembangkan dan diselidiki. Namun demikian, peningkatan kecerdasan manusia ada batasnya. Ada gejala-gejala yang menunjukkan kemauan kecerdasan, dan makin lama makin baik, da nada pula yang sebaliknya.
Kecerdasan tidak mungkin tumbuh melampaui batas kecerdasan yang ditentuka oleh bakat. Pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan dibatasi adanya kematangan (maturity). Jadi, usaha meningkatkan kemampuan pikir tidak dapat dipaksakan kalau memang bakat tidak mengizinkan, dan tugas-tugas pikir tidak dapat dipaksa-paksakan kepada anak, kalau memang kematangan untuk sesuatau tugas pikir itu belim matang. Usaha menanamkan suatu pengertian tidak akan berhasil kalau segi kematangan diabaikan. Maka dalam asas mengajar, ditekankan, pengajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan/kemajuan anak serta kematangannya.    
7.    Pembinann bahasa yang baik banyak membantu pembentukan daya pikir anak. Menurut pendapat baru, membaca dalam hati adalah satu bagian dari mata pelajaran membaca yang tidak dapat diabaikan dalam melatih kecerdasan anak.
8.    Verbalisme masih merupakan penyakit dalam pengajaran. Dengan verbalisme dimaksudkan, anak belajar tanpa menggunakan kerja pikir yang semestinya, anak banyak menirukan, banyak menghafal sesuatu, tetapi apa yang dihafal itu tidak dipahami isinya.

  II.          INTELIGENSI (Kecerdasan)
Setelah dibicarakan tentang berpikir, sampailah kita pada pembicaraan yang berhubungan dengan kualitas berpikir, yakni kecerdasan berpikir/inteligensi.
A.    Pengertian tantang Inteligensi
Andaikan pikiran kita diumpamakan sebagai senjata, bagaimanakah kualitas dari senjata itu, tajam/tidakkah? Membicarakan tentang tajam atau tidaknya, kemampuan berpikir tidak lain kita bicarakan inteligensi (kecerdasan). Sehubungan dengan ini perlu diketahui lebih dahulu apakah intelek dan apakah inteligensi itu.
Intelek (pikiran), dengan intelek orang dapat menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.
Inteligensi (kecerdasan pikiran), dengan inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi/untuk memecahkan suatu masalah. Dengan kata lain inteligensi adalah situasi kecerdasan pikir, sifat-sifat perbuatan cerdas (inteligen). Pada umumnya inteligen ini dapat dilihat dari kesanggupannya bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan keadaan diluar dirinya yang biasa maupun yang baru. Jadi, perbuatan cerdas dicirikan dengan adanya kesanggupan beraksi terhadap situasi dengan kelakuan baru yang sesuai dengan keadaan baru.

B.     Tingkat-Tingkat Inteligensi (Kecerdasan)    
Kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru tidak sama untuk tiap-tiap makhluk. Tiap-tiap orang mempunyai cara-cara sendiri. Maka dapat dikatakan, bahwa kecerdasan bertingkat-tingkat. Mungkin ada berbagai tingkat kecerdasan, tetapi dalam uraian ini hanya akan diutarakan beberapa tingkat kecerdasan binatang, kecerdasan anak kecil yang belum dapat berbahasa, dan tingkat kecerdasan manusia.
a.    Kecerdasan Binatang
Pada mulanya banyak orang keberatan menggunakan istilah inteligensi pada binatang, kerena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat. Pendapat yang menolak dipergunakannya istilah kecerdasan pada binatang, dapat dijelaskan dengan contoh percobaan berikut :
 i.          W. Kohler (ahli ilmu jiwa Jerman) dengan percobaannya seekor kera dikurung dalam sebuah kandang, diluar kandang diletakkan sebuah pisang yang jauh jaraknya. Dalam kandang diletakkan sebuah tongkat. Ternyata setelah kera tersebut tidak dapat meraih pisang maka diambillah tongkat didalam kandang tersebut untuk meraih pisang untuk dimakannya.
    ii.     Percobaan kedua juga dilakukan oleh W. Kohler, seekor kera dikurung dalam kandang. Diluar kandang diletakkan sebuah pisang yang tidak terjangkau oleh kera. Didalam kandang diletakkan dua buah tongkat yang tidak terjangkau juga untuk meraih pisang. Setelah dicobanya meraih pisang berkali-kali ternyata tidak berhasil maka disambunglah kedua tongkat tersebut sehingga akhirnya pisang berhasil diraihnya.
Kesimpulan : Dari kedua percobaan tersebut ternyata kera berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan, padanya timbul sesuatu yang baru yaitu perbuatan yang tidak terkandung didalam bentuk kelakuan naluri. Kera dapat menolong dirinya dalam situasi yang asing baginya. Maka kelakuannya tersebut dapat disebut kelakuan inteligen, dan kesanggupannya yang demikian disebut inteligensi.
Catatan : Kecerdasan pada binatang sangat terbatas, yakni terikat pada sesuatu yang konkret. Sebab kalau tongkat tersebut tidak tampak olehnya maka tidak mungkin dapat mencari tongkat sendiri untuk meraih pisang. Demikian pula kecerdasan yang dimiliki oleh kera tidak dapat berkembang, karena tidak berkembangnya bahasa hewan.
b.      Kecerdasan Anak
Yang dimaksudkan anak-anak disini adalah anak-anak kecil berumur ±1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktikkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.Usaha-usaha membandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak. Bahkan jauh sebelum Kohler menyelidiki kecerdasan kera, Boutan telah mempelajari dan membandingkan perbuatan kecerdasan kera dengan kecerdasan anak-anak kecil.
Hasil dari Penyelidikan Boutan dapat memberi kesimpulan, sbb :
·      Anak-anak kecil yang berumur ±1 tahun (belum dapat berbicara) tingkat kecerdasanya hampir sama dengan kera. Sebagaimana soal yang dihadapkan pada kera dapat diselesaikan oleh anak-anak. Oleh karena itu, umur anak pada kira-kira satu tahun sering disebut “umur simpanse”.
Kemampuan mempergunakan bahasa (berbicara) merupakan garis pemisah antara hewan dengan manusia. Menurut Boutan, anak-anak yang sudah dapat berbicara sudah bekerja seperti manusia kecil. Dan sesudah dapat berbicara majulah ia dan makin lama makin jauh melebihi angka kecerdasan kera.
Anak yang sudah dapat berbicara, lebih cepat memperoleh penyelesaian tantang masalah yang dihadapi. Fungsi bahasa dapat menumbuhkan pengertian permulaan tentang perhubungan dengan unsur dalam situasi, hal itu memungkinkan anak dapat melihat hubungan yang teratur tentang apa yang dihadapi.
Dalam segala pernyataan fungsi jiwa, bahasa merupakan suatu momen yang sangat penting. Salah satu momen yang terpenting dalam bentuk kelakuan inteligen menusia adalah bahasa. Dengan bahasa kita dapat membentuk dunia, baik yang konkret maupun yang abstrak.
Makin cerdas suatu makhluk, makin kurang cara-cara mengatasi kesulitan dengan jalan meraba-raba/coba-coba. Seolah-olah kecerdasan menentang cara penyelesaian kesulitan dengan menggunakan insting dan coba-coba.
c.       Kecerdasan Manusia
Sesudah anak dapat berbahasa, tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan manusia (bukan anak-anak) tidak sama dengan kera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain :
1.    Penggunaan Bahasa
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi. Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi pendapat, perasaan, dan sebagainya).
·      Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat.
·      Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret maupun hal-hal yang abstrak.
·      Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.
2.    Penggunaan Perkakas
Kata Bergson, perkakas merupakan sifat terpenting dari kecerdasan manusia, dengan kata lain : perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.
v Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat dengan objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/diusahakan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah cara yang tepat dapat dipakai untuk kesulitan atau mencapai sesuatu maksud tersebut.
Perbedaan antara Binatang dan Manusia
Binatang : Dalam mengatasi kesulitan hidup atau mencapai maksudnya sebagian memakai alat yang menjadi miliknya, misalnya : paruh, kuku, sayap, dan sabagainya.
Manusia : Menemukan, menggunakan, membuat dan memelihara  perkakas. Untuk mengatasi berbagai problem hidup banyak dipergunakan berbagai perkakas dan perkakas itu selalu dikembangkan, disempurnakan menurut keperluan hidup, antara lain penggunaan api untuk keperluan hidup, lokomotif, timbangan, alat-alat komunikasi, dan sabagainya.
a)    Mendapatkan Perkakas
Kecerdasan manusia mendorong untuk mendapatkan segala sesuatu yang dapat memudahkan usaha manusia mencapai kebutuhan-kebutuhan hidup. Untuk ini manusia hanya menggunakan alat-alat yang dimiliki semata-mata, tetapi mengambil segala sesuatu yang ada di sekitarnya yang digunakan sebagai perkakas.
b)   Membuat Perkakas
Perkakas yang digunakan oleh manusia ternyata tidak hanya sekedar diambil dari lingkungan sekitarnya, tetapi manusia juga membuat perkakas untuk keperluannya. Pembuatan perkakas adalah perbuatan yang serempak antara kecerdasan dan keterampilan tangan. Pembuatan perkakas selalu membutuhkan pendapat tentang tujuan, untuk apa alat dibuat? Penyelesaian perkakas tersebut dengan tujuan (dapatkah alat tersebut untuk mencapai tujuan itu?). Dan hubungan antar tangan dan perkakas, yakni dapatkah tangan membuat alat itu dan dapatkah tangan menggunakan alat-alat itu.
c)    Memelihara Perkakas
Peranan perkakas dalam segala perbuatan manusia sangat penting. Seorang ahli jiwa mengatakan, bahwa barang-barang yang ada disekitar manusia adalah perkakas. Manusia tidak hanya dapat mangambil dan menggunakan perkakas yang ada disekitar-nya, tetapi dapat membuat menurut kebutuhannya. Disamping itu, manusia dapat memelihara dan mengembangkan perkakas untuk keperluan dimasa yang akan datang. Betapa besar pengaruh perkakas bagi manusia. Dengan perkakas yang telah dicapai, manusia selalu mencari pendapatan yang baru.
Penggunaan bahasa, penemuan, penggunaan, pemeliharaan dan penyempurnaan perkakas adalah kebudayaan. Didalam kebudayaan manusia, menggagap, mengkhayal, dan berpikir pun memegang peranan. Dengan inteligensinya, manusia memperlakukan alam sebagai alat. Oleh sebab itu, sepanjang sejarah manusia, macam dan jumlah perkakas yang tidak terhingga banyaknya, kesemuanya tidak terdapat pada binatang.

C.  Macam-macam Inteligensi
1)        Inteligensi Terikat dan Bebas
Inteligensi terikat ialah inteligensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Dalam situasi yang sewajarnya boleh dikatakan tetap keadaannya maka dikatakan terikat. Perubahan mungkin dialami juga, kalau perbuatan-nya senantiasa diulang kembali. Misalnya, inteligensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Inteligensi bebas, terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan inteligensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lain, yang lebih tinggi dan lebih maju. Untuk hal-hal tersebut manusia menggunakan inteligensi bebas.
2)        Inteligensi menciptakan (kreatif) dan meniru (eksekutif)
Inteligensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Inteligensi kreatif menghasilkan penemuan baru, seperti : kereta api, radio, listrik, pesawat, dan sebagainya.
Inteligensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.

D.  Faktor-faktor yang Menentukan Inteligensi Manusia
1)        Pembawaan
Inteligensi bekerja dalam suatu situasi yang berlainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi persoalan ditentukan pula oleh pembawaan.
2)        Kematangan
Kecerdasan tidak tetap statis, tetapi dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya inteligensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur dan kemampuan-kemampuan lain yang telah dicapai (kematangannya).

E.  Macam-macam Tes Inteligensi
1.    Tes Binet-simon
2.    Tes Tentara (army Mental Test) di Amerika
3.    Mental-tes
Jenis tes ini tidak hanya menyelidiki kecerdasan saja, tetapi untuk menyelidiki keadaan jiwa dan kesanggupan jiwa. Jadi, mental-tes yang diselidiki meliputi pengamatan, ingatan, fantasi, pikiran, kecerdasan, perasaan, perhatian serta kemauan.
Kalau demikian maka tes kecerdasan hanya sebagian dari mental-tes. Didalam mental-tes disusunlah bermacam-macam tes dengan berbagai metode sesuai dengan segi-segi yang diselidiki.
4.    Scholastik-tes
Tes ini tidak hanya untuk menyelidiki kecerdasan anak, tetapi untuk menyelidiki sampai dimana kemampuan dan kemajuan anak atau kelas dalam mata pelajaran di sekolah. Tes ini disusun sebagai ujian mengenai mata pelajaran, misalnya : bahasa, berhitung, sejarah, ilmu bumi, ilmu alam, dan sebagainya. Kalau tes ini dilaksanakan dengan tertib dan teratur dapatlah menggantikan sistem ujian yang lazim dilaksanakan sekarang.

   III.               ISTILAH-ISTILAH LAIN YANG BERKAITAN
A.      Intuisi
Intuisi berasal dari intueri yang artinya mengindra dengan jiwa, memandang dengan batin. Kata lain dari intuisi ialah ilham, artinya bisikan kalbu atau suara kalbu.
Dalam menghadapi suatu masalah banyak jalan yang kita tempuh diantaranya kita berpikir. Proses dan aktivitas berpikir bertingkat-tingkat dan berakhir pada suatu penemuan baru yang disebut kesimpulan. Disamping itu, ada penemuan sesuatu yang baru, tetapi tidak merupakan hasil berpikir biasa. Peristiwa jiwa semacam ini disebut intuisi. Intuisi ialah kemampuan jiwa manusia dalam mendapatkan kesimpulan dari suatu soal tanpa uraian, tanpa ketenangan dan tanpa analisis apapun.
v Intuisi tidak berdasarkan proses berpikir yang berturut-turut, tidak berdasarkan pertimbangan dan perhitungan seksama.
v Intuisi terjadi sama halnya dengan perbuatan instingtif, yakni tidak dengan aktivitas pikir, tetapi tidak sama dengan insting. Instuisi memberi suatu keyakinan langsung terhadap penyelesaian suatu masalah tanpa pertimbangan pikir, tidak dengan uraian, penyelidikan dan pembuktian apapun.
v Intuisi banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang mempunyai nilai yang baik, tetapi kadang-kadang berakibat yang tidak menyenangkan.
v Biasanya wanita lebih intuitif daripada pria, hal itu disebabkan karena wanita lebih banyak menggunakan perasaannya.
v Para seniman lebih banyak bekerja dengan menggunakan aktivitas emosinya. Maka datangnya suatu ilham bagi seniman mempunyai arti penting dalam mengerjakan karya seninya.
v Berpikir adalah berbicara batin yang tidak terdengar.
v Berbicara (berbahasa) adalah berpikir yang terdengar.
Untuk sementara agaknya pendapat itu memang benar, memang ada hubungan antara berpikir dan berbahasa, yang dinyatakan dalam bentuk perkataan, (perkataan mengandung pengertian). Namun demikian, pendapat tersebut tidak sepenuhnya mutlak benar, sebab ada kalanya kita mempunyai suatu pengertian tetapi belum dapat menyatakan dengan perkataan (dalam bentuk bahasa), sebaliknya sering ada suatu gejala bahasa yang tidak disertai adanya pengertian tertentu. Walaupun begitu kita dapat menerima bahwa :
§   Bahasa dan berpikir mempunyai hubungan erat.
§   Bahwa bahasa dan berpikir mempunyai hubungan saling pengaruh.
Misalnya :
v Kalau kita menanggapi pernyataan seseorang yang menggunakan susunan bahasa yang teratur-sistematis maka tidak berlebihan kalau kita menduga bahwa jalan pikiran orang tersebut teratur dan sistematis pula, dan sebaliknya orang yang terganggu pertumbuhan dan perkembangan bahasanya, ada kemungkinan besar perkembangan dan jalan pikiranyya agak terganggu pula. Perhatikan orang yang tuna bicara (bisu,bisu-tuli).
    Bahasa adalah alat berpikir yang semudah-mudahnya dan seluas-luasnya. Tetapi bahasa seperti yang digunakan sehari-hari oleh kebanyakan orang, pada umunya tidak merupakan syarat mutlak untuk berpikir. Sebab, bagi orang yang bisu atu bisu-tuli tidak dapat menghasilkan buah pikiran yang baik, namun orang tuna wicara/bisu itu dapat menggunakan bahasa. Memang ada orang yang bisu, tuli dalam hidupnya dapat mencapai prestasi yang gemilang. Misalnya : Hellen keller, seorang wanita Amerika yang hidup pada tahun 1880-1968. Dia menjadi buta, bisu, dan tuli pada waktu dia berumur 19 bulan. Berkat pendidikan dan usaha gurunya Miss Sulivan, ia dapat mencapi kemajuan, bahkan sampai dapat menulis riwayat hidupnya sendiri dan berbagai pengetahuan yang tinggi tingkatannya. Hal itu diperoleh sejak ia menyadari bahwa tiap benda ada namanya.
Menurut penyelidikan, bahwa ketunaan/kekurangan salah satu panca indera atau salah satu kesanggupan jiwa biasanya memiliki kesanggupan yang luar biasa pada panca indera atau kesanggupan jiwa yang lain. Hal ini lebih meyakinkan kepada kita bahwa Tuhan benar-benar Maha Besar dan Maha Adil.
Karena bahasa bukan satu-satunya pernyataan pikir maka ada kalanya orang mempunyai kemampuan pikir yang baik, tetapi tidak dapat menyatakan dalam bentuk bahasa yang baik, dan sering pernyataannya itu dibentuk dengan jenis pernyataan yang lain. Misalnya : mimik, pantomim mimik, dan gerakan-gerakan, anggota badan yang lain.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran manusia besar sekali. Mendapatkan pengertian tentang sesuatu amat mudah karena benda, perbuatan, dan sabagainya mempunyai nama. Dengan pertolongan bahasa kita dapat menyimpan pikiran kita, dapat membantu perkembangan pikir dan dapat menyatakan buah pikiran kita keluar (kepada orang lain). Ingat fungsi bahasa pada manusia!
Kemampuan berbahasa adalah rahmat Tuhan yang sangat besar, karena dengan bahasa :
v Manusia dapat membedakan dirinya dan bukan dirinya.
v Manusia dengan bunyi-bunyi yang keluar dari mulutnya (atau gambaran suara, tulisan) dapat membetuk kata.
v Manusia mempunyai kesadaran bahwa apa saja dapat diberi nama, baik barang yang konkret maupun yang abstrak.
Berbahagialah manusia yang dikaruniai kemampuan berbahasa, yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pikir, perkembangan jiwa, perkembangan pribadi, dan perkembangan kebudayaan manusia.

B.       Korelasi
Dalam mempelajari kejiwaan manusia, lebih banyak kita hanya menginterpretasi (menafsir) gejala-gejala yang tampak dan dapat kita amati. Disamping penafsiran gejala jiwa satu demi satu, timbul suatu pertanyan : Adakah hubungan tetap antar gejala jiwa dengan keadaan jasmani? Adakah hubungan yang tetap antara gejala jiwa yang satu dengan gejala yang lain? Selanjutnya timbul pertanyaan: Adakah korelasi antara bentuk tengkorak dengan ingatan? Bentuk badan dengan watak? Kebodohan dengan kemiskinan? Kemiskinan dengan kejahatan? Umur dengan ingatan? Fantasi dengan pengalaman? Ada tidaknya korelasi tentang hal itu belum dapat ditentukan dengan pasti, dan hal tersebut sampai kini masih dalam penyelidikan.
Macam-macam korelasi
a.    Kerelasi Positif : Adanya hubungan yang bersesuaian antara gejala satu dengan gejala lain, kemampuan satu dengan kemampuan lain. Misalnya : Ada hubungan yang bersesuaian antara menggambar dengan menyanyi.
b.    Korelasi Negatif : Tidak adanya hubungan yang bersesuaian atau sejalan antara kedua sifat, gejala atau kemampuan. Misalnya, tidak ada hubungan yang bersesuaian antara minat musik dan ilmu pasti.
c.    Korelasi Kausal : (Causa=sebab; kausalitas=sebab-musabab). Hubungan bersesuaian antara dua hal yang dapat dipahamkan, bahwa yang satu menjadi timbulnya yang lain. Misalnya, buruknya keadaan masyarakat dan kejahatan, pemanjaan dan penyelewengan, dan sebagainya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: