BERPIKIR DAN INTELIGENSI
I.
BERPIKIR
A.
Proses Berpikir
1.
Berbagai Cara pemecahan Masalah
Sebagaimana diterangkan dalam bab terdahulu, berpikir selalu
berhubungan dengan masalah-masalah, baik masalah yang timbul dari situasi masa
kini, masa lampau, dan mungkin masalah-masalah yang sering terjadi.
Proses
pemecahan masalah itu disebut proses berpikir. Dalam memecahkan tiap masalah
timbullah dalam jiwa kita berbagai kegiatan, antara lain:
· Kita menghadapi suatu situasi yang mengandung masalah. Pertama-tama
kita mengetahui lebih dulu apa masalahnya ? Apakah yang kita hadapi itu suatu
masalah.
· Bagaimanakah masalah itu dapat dipecahkan.
· Hal-hal manakah yang sekiranya dapat membantu pemecahan masalah
tersebut.
· Apakah tujuan masalah itu dipecahkan.
Dengan
kata lain, tiap kita menghadapi masalah dan terdapat bermacam-macam faktor,
yang kesemuanya merupakan rangkaian pemecahan masalah-masalah itu sendiri. Dari
kegiatan yang disebutkan diatas, ada beberapa faktor yang biasanya tidak dapat
ditinggalkan dalam berpikir. Apa masalahnya, bagaimana memecahkannya, apa
tujuannya, faktor-faktor apa yang membantu. Maka dalam berpikir sering timbul
pertanyaan, apa, mengapa, bagaimana, untuk apa, dan sebagainya.
Diantara
faktor yang disebutkan, tujuan adalah menentukan. Karena kalau orang memandang
situasi itu tidak mengandung masalah, dengan sendirinya tidak memahami tujuan
memecahkan masalah tersebut, kemungkinan besar situasi yang dihadapi tidak
perlu dihadapi dengan berpikir.
Tingkatan
suatu masalah menentukan proses pemecahan yang digunakan. Tidak semua masalah
sama tingkat kesukarannya dan tidak setiap masalah dapat dipecahkan dengan cara
yang sama.
Dari
bermacam-macam masalah ada pula bermacam-macam cara pemecahan, antara lain :
· Dengan insting
· Dengan kebiasaan-kebiasaan
· Dengan aktivitas pikir
2.
Proses Berpikir dan Kegiatan Jiwa dalam Berpikir
Dalam
bab ini dibicarakan tentang berpikir dalam fungsinya untuk memecahkan suatu
masalah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan :
a.
Proses
berpikir dalam memecahkan masalah
· Ada minat untuk memecahkan masalah
· Memahami tujuan pemecahan masalah itu
· Mencari kemungkinan2 pemecahan
· Menentukan kemungkinan mana yang digunakan
· Melaksanakan kemungkinan yang dipilih untuk memecahkan masalah
b.
Dalam
proses berpikir timbul kegiatan-kegiatan jiwa:
· Membentuk pengertian
· Membentuk pendapat
· Membentuk kesimpulan
a)
Pengertian
1.
Apakah pengertian itu?
Untuk
menjelaskan apakah pengertian itu, lebih dulu disajikan contoh, sebagai berikut:
“Pada awal liburan ini siswa-siswi kelas II SMPN Negeri berdarmawisata ke
Borobudur. Rombongan berangkat jam 08.00 pagi dengan kendaraan bus”. Dari
contoh tersebut, kita mempunyai tanggapan tentang kendaraan. Kita mempunyai
bermacam-macam tanggapan tentang kendaraan, seperti : bus, sepeda, truk, mobil,
kereta api, perahu, kapal, bemo, dan sebagainya.
Berjenis-jenis
alat yang ditumpangi untuk bepergian itu disebut kendaraan. Kata kendaraan ini
adalah suatu pengertian. Kalau kita mengatakan kendaraan, kita mempunyai
pengertian pada kendaraan itu. Dan apabila kita hanya mengatakan satu saja,
yakni kendaraan, tidak menyebutkan jenis kendaraan apa maka pengertian tersebut
masih merupakan pengertian abstrak, karena jenis kendaraan yang dimaksud masih
samar-samar. Tetapi kalau kita mengatakan kendaraan bus, kita mempunyai
pengertian yang lebih konkret. Disamping kendaraan sendiri merupakan suatu
pengertian, bus juga merupakan suatu pengertian pula.
Dalam
hal ini kita belum menyebutkan jenis bus yang mana, bus yang catnya bagaimana,
bus baru/kuno, bus panjang/pendek, bus milik siapa, dan sebagainya. Walaupun
keterangan-keterangan ini tidak disebutkan, tetapi kita mempunyai pengertian
tentang bus. Bus termasuk jenis kendaraan yang berbeda dengan sepeda, bukan kereta
api, bukan kapal, bukan pesawat dan bukan pula dokar.
Kendaraan
adalah pengertian, bus pun merupakan pengertian. Bus termasuk kendaraan, bus
merupakan pengertian yang lebih konkret daripada kendaraan saja. Bus DAMRI
lebih konkret daripada bus. Bus DAMRI bercat biru lebih konkret daripada bus DAMRI,
dan sebagainya.
Tiap-tiap
benda mempunyai sifat pokok (ciri khas) yang menentukan adanya pengertian
tertentu bagi benda itu, misalnya : bus. Jenis kendaraan yang disebut bus,
mempunyai ciri-ciri pokok yang dapat membedakan dengan jenis kendaraan yang
lainnya. Disamping ada sifat-sifat pokok ada pula sifat-sifat
kebetulan/sifat-sifat yang tidak merupakan sifat pokok, misalnya Damri.
Kebetulan yang disebut jenis bus Damri, dan ternyata tidak semua bus milik
Damri. Damri disini hanya sebagai sifat kebetulan saja. Bus baru bercat biru,
kata “biru” dan “bercat biru” hanya sifat kebetulan saja, karena bus tetap akan
dikatakan bus walau bukan Damri, tidak baru dan tidak bercat biru, dan tidak
akan dikatakan lainnya.
Sifat-sifat
kebetulan tidak akan mengubah sifat pokok. Adanya sifat-sifat kebetulan dari
bus tersebut tidak akan mengubah sifat pokok pada bus. Maka sifat-sifat kebetulan
itu disebut juga sifat tambahan. Dalam menanggapi segala sesuatu, jiwa kita
tidak pasif tetapi selalu aktif, diantaranya memahami sifat-sifat yang
dimiliki, menghubungkan sifat yang satu dengan sifat yang lainnya,
menggolong-golongkan sifat-sifat yang bersamaan, memisahkan sifat-sifat
tambahan, merangkum sifat-sifat pokok. Itulah pekerjaan pikir kita sampai
mendapatkan suatu pengertian.
Pengertian
adalah hasil proses berpikir yang merupakan rangkuman sifat-sifat pkok dari
suatu barang/kenyataan yang dinyatakan dalam suatu perkataan.
2.
Perbedaan antara Tanggapan dan Pengertian
Tanggapan
+ hasil pengamatan yang merupakan gambaran/lukisan/kesan dari pengamatan yang
tersimpan dalam jiwa.
Pengertian
+ hasil berpikir, yang merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang
kenyataan yang dinyatakan dengan suatu perkataan.
3.
Pengertian Lengkap dan Tidak Lengkap
Pembentukan
pengertian sudah dimulai pada pengamatan pertama pada suatu barang/ kenyataan.
Pada tingkat permulaan ini akan menghasilkan pengertian yang belum lengkap.
Segala sifat-sifat pokok pada barang itu belum seluruhnya dimengerti. Dengan
pengamatan yang berulang-ulang, pengertian kita terhadap sesuatu makin menjadi
lebih terang, sifat-sifat pokoknya kita mengerti, dan sifat-sifat yang baik pokoknya
kita ketahui pula.
Jadi
dapat dikatakan, bahwa pengertian kita mengalami perkembangan, tiap-tiap kita
mempunyai sifat-sifat yang terhitung pokok dapat melengkapi pengertian kita.
Makin lengkapnya pengertian, kita tidak semata-mata tergantung pada
pengulangan, pengamatan, tetapi kegiatan pikiran kita sangat berpengaruh pula.
4.
Pengertian Empiris dan Pengertian Logis
Pengertian
Empiris disebut pula pengertian pengalaman, yakni pengertian yang dibentuk dari
pengalaman hidup sehari-hari. Misalnya, pengertian tentang rumah, lampu, pohon,
kursi, dan sebagainya. Pengertian pengalaman biasanya belum lengkapdan tidak
mendalam. Akan menjadi lengkap dan lebih mendalam kalau kita ulang-ulang
berkali-kali dengan kemajuan pikir yang sanggup menyelami benda-benda tersebut.
Pengertian
logis ini biasanya diperoleh dengan aktivitas pikir dengan sadar dan sengaja
memahami sesuatu. Karena pengertian logis ini banyak digunakan dalam kalangan
ilmu pengetahuan, maka disebut juga pengertian ilmiah.
5.
Isi dan Luas Pengertian
a.
Isi
pengertian, yaitu segala sifat-sifat yang terdapt pada segala barang kenyataan
yang tercantum dalam pengertian itu. Misalnya: isi pengertian dari unggas.
Unggas
binatang berangka, berkaki dua, dan bersayap.
b.
Luas pengertian, yakni banyaknya barang-barang
yang dapat masuk kedalam pengertian dan dapat dikenakan padanya sifat-sifat
dari isi pengertian itu. Misalnya, luas pengertian dari unggas: burung, ayam,
itik, dan sabagainya.
Dari
hubungan antara isi dan luas pengertian dapat disimpulkan, bahwa makin sedikit
isi, pengertian makin luas lapangannya dan makin banyak isinya makin sempit
lapangannya.
6.
Pengertian Tinggi dan rendah
Pengertian
Tinggi : dikatakan pengertian tinggi, kalau pengertian itu mempunyai
unsur-unsur/sifat-sifat yang tidak banyak dan pengertian itu meliputi
barang-barang yang banyak jumlahnya. Misalnya: Binatang. Unsur-unsurnya tidak
banyak.
Binatang
munyusui unsur-unsurnya lebih banyak daripada binatang. Lembu adalah binatang
menyusui: unsur-unsurnya lebih banyak lagi daripada binatang menyusui.
Dengan contoh
tersebut dapat dikatakan, kalau pengertian binatang lebih tinggi daripada lembu
binatang menyusui. Kalau dibalik, lembu binatang menyusui lebih rendah daripada
pengertian binatang menyusui, pengertian binatang menyusui lebih rendah
daripada binatang.
Pengertian
Tinggi/Rendah
Binatang
|
Binatang menyusui
|
Binatang menyusui lembu
|
Binatang menyusui lembu Madura
|
Pengertian
rendah lebih khusus: Dikatakan pnengertian rendah, kalau pengertian itu
mempunyai unsur-unsur/sifat-sifat yang banyak dan karenanya pengertian itu
hanya meliputi barang-barang yang sedikit jumlahnya.( Perhatikan contoh
diatas).
7.
Proses Membentuk Pengertian Logis
Dimuka
telah diterangkan bermacam-macam pengertian, diantaranya pengertian pengalaman
dan pengertian logis. Keduanya berbeda, tetapi kadang-kadang garis perbedaan
yang tegas sukar ditarik. Sekali lagi ditegaskan, pengertian logis dalam
pembentukannya dicirikan dengan adanya kesengajaan, sadar, dan ketelitian.
Selanjutnya akan dibicarakan proses pembentukan pengertian logis melalui 4
proses :
a.
Proses
Analisis (menguraikan), yang dimaksud ialah menguraikan
unsur-unsur/sifat-sifat/ciri-ciri dari objek yang sejenis. Misalnya
menganalisis zat cair, berarti berusaha mengetahi sifat-sifat/ ciri-ciri dari
sejumlah zat cair.
b.
Proses
komparasi (membandingkan), yang dimaksud ialah membandingkan
unsur-unsur/sifat-sifat yang telah dianalisis. Langkah analisis ini untuk
menemukan mana unsur yang bersamaan, mana sifat-sifat yang umum dan mana
sifat-sifat yang termasuk sifat kebetulan/tambahan.
c.
Proses
abstraksi (mengurangkan), yang dimaksud ialah menyisihkan sifat-sifat
kebetulan/tambahan dari sifat-sifat umum dan yang tertinggal hanya sifat-sifat
umum saja. Misalnya, sifat-sifat tambahan dari zat cair kita tiadakan.
d.
Proses
kombinasi (menggabung, merangkum), yang dimaksud ialah sifat-sifat umum yang
bersamaan kita rangkum, lalu kita tetapkan menjadi definisi.
Definisi ialah
penentuan/ pembatasan sifat2 dari isi suatu pengertian dengan kata2.
Demikianlah
proses pembentukan pengertian logis yang berbeda dengan pembentukan pengertian
pengalaman. Sebenarnya sejak kecil sudah ada pembentukan pengertian logis. Pengertian
tentang sesuatu yang telah dibentuk tidak berlaku selama-lamanya. Tidak
terbatas pada pengertian saja, bahkan dalam ilmu pengetahuan terdapat
perubahan-perubahan/kemajuan-kemajuan, misalnya:
· Pengertian tentang atom. Semula orang berpendapat bagian benda yang
terkecil disebut atom. Atom adalah unsur yang terkenal tidak dapat dibagi lagi.
Tetapi dalam perkembangan pengetahuan, ternyata atom masih dapat dibagi menjadi
bagian yang lebih kecil lagi.
· Peredaran benda-benda di langit. Menurut Ptolemaeus, dengan
teorinya yang bersifat geosentris dikatakan, bahwa bumi kita (dunia)
dilingkungi oleh bintang-bintang, dan yang menetap pada lapisan tertentu. Bumi
kita tidak bergerak, sedang benda-benda langit (planet) bergerak mengitari bumi
dan berpusat pada bumi.
Dari
kemajuan ilmu pengetahuan, Copernicus dengan teorinya yang bersifat
heliosentris mengatakan, bahwa bumi dan benda-benda langit bergerak serta
beredar mengelilingi matahari.
8.
Faedah pengertian
a.
Pengertian
sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari
Tiap
manusia sejak kecil belajar dan mempunyai banyak pengertian. Kebanyakan orang
mengenal pengertian barang-barang/hal-hal yang berhubungan dengan keperluan
sehari-hari dan hal ini tergantung pada kepentingannya masing-masing. Seorang
petani mempunyai banyak pengertian yang berhubungan dengan penghidupannya sebagai
petani. Seorang tukang mempunyai banyak pengertian yang berhubungan dengan
pertukangan, dan sebagainya.
b.
Pengertian
membantu kita dapat berpikir cepat
Dalam
memecahkana masalah kita perlu berpikir, dan dalam berpikir kita sangat
membutuhkan pengertian. Kurangnya pengertian akan menghambat kerja pikir kita.
Jelaslah, pengertian yang kita miliki akan memperlancar kerja pikir kita.
Contoh :
1.
Pada
awal tahun ajaran banyak anak-anak akan mendaftarkan sekolah, kemana mereka
akan mendaftarkan tergantung pada kehendak dan kemampuan mereka. Diantaranya Adam
yang mendaftarkan ke SMP. Tentunya anak tersebut sudah mempunyai pengertian
tentang SMP walaupun belum sedalam mungkin. Maka dalam usaha mendaftarkan diri,
mereka tidak akan mendatangi semua jenis sekolah, tidak semua jenis sekolah
dimasuki lalu mendaftarkan diri. Dengan dimilikinya pengertian tentang SMP
mereka dapat berpikir kemana dia harus mendaftarkan diri.
2.
Dalam
pelajaran berhitung ada sebuah soal yang sederhana sekali ”Rudi mempunyai 15
ekor ayam. Sebelum lebaran dijual 5 ekor. Menjelang lebaran 3 ekor disembelih.
Tinggal berapa ekor ayam Rudi?”
Untuk
mengerjakan soal hitungan ini diperlukan daya pikir. Murid-murid harus
berpikir. Anak-anak berpikir dan dapat menyelesaikan hitungan itu, kalau mereka
mempunyai pengertian tentang angka : 15, 5, dan 3. Disini diperlukan pengertian
bilangan dan angka. Tanpa dimilikinya pengertian bilangan, sukarlah anak-anak
akan mengerjakan soal-soal hitungan tersebut.
b)
Pendapat
1.
Apakah pendapat itu?
Selain
pembentukan pengertian, kegiatan jiwa yang lain dalam berpikir adalah
pembentukan pendapat. “Rumah itu besar”. Dalam contoh ini ada dua bagian dari
deretan kata yang penting, yakni “rumah” dan “besar”. Kalau kita hanya
menyebutkan satu kata saja, misalnya “rumah”, kita terbatas pada pengetahuan
melulu. Sedangkan tanggapan yang berhubungan dengan “rumah itu
besar”, ada 2 jenis pengertian yang dirangkaikan dan disebutkan bersama
secara berurutan. Rangkaian kata-kata
“rumah itu besar” disebut pendapat. Contoh lain :
“Diponegoro seorang Pahlawan” -
suatu pendapat
“Matahari terbit” -
suatu pendapat
Jadi,
Pendapat merupakan hasil pekerjaan pikir yang meletakkan hubungan antara
tanggapan yang satu dengan yang lainnya yang dinyatakan dalam suatu kalimat.
Untuk
menyebutkan sebuah pengertian atau tanggapan biasanya cukup menggunakan satu
kata, sedang untuk menyatakan suatu contoh diatas, ketiganya merupakan suatu
pendapat.
2.
Proses Pembentukan Pendapat
a.
Menyadari
adanya tanggapan/pengertian, karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa
menggunakan pengertian atau tanggapan.
b.
Menguraikan
tanggapan/pengertian. Misalnya, kepada seorang anak kita berikan sepotong
karton kuning berbentuk persegi panjang empat. Dari tanggapan yang majemuk itu
(sepotong, karton, kuning, persegi, empat) dianalisis. Kalau anak tersebut
ditanya, apakah yang kau terima. Mungkin jawabannya hanya “karton kuning”.
Karton kuning adalah suatu pendapat.
c.
Menentukan
hubungan logis antara bagian-bagian. Setelah sifat-sifat dianalisis, berbagai
sifat dipisahkan tinggal dua pengertian saja yang kemudian satu sama lain
dihubungkan, misalnya menjadi “karton kuning”. Beberapa pengertian yang dibentuk
menjadi suatu pendapat yang dihubungkan dengan sembarangan tidak akan
menghasilkan suatu hubungan logis dan tidak dapat dinyatakan dalam suatu
kalimat yang benar.
Suatu
kalimat dicirikan dengan :
· Ada pokok (subjek)
· Ada sebutan (predikat) dan selamanya pkok selalu diterangkan (D)
oleh sebutan, atau sebutan selalu menerangkan (M) pkok.
Dalam
suatu kalimat bahasa Indonesia “rumah itu besar”, mengandung pengertian bahwa
besar memberikan keterangan pada rumah. Dalam kehidupan sehari-hari banyak
dijumpai suatu pandapat yang tidak dapat dinyatakan dengan sebuah kalimat,
mungkin hanya dengan satu patah kata saja, misalnya : “keluar”. Satu patah kata
ini disebut pendapat, karena mungkin yang dimaksud adalah : “Ali, keluarlah
dari ruang ini”. Suatu pertanyaan, “Adakah ayah di rumah?” Lalu dijawab, “Pergi”.
Disini kata “pergi” merupakan suatu pendapat, walaupun hanya merupakan satu
patah saja.
3.
Pendapat Tunggal dan Majemuk
Kalau
dalam rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi
satu kalimat, disebut pendapat tunggal, misalnya : rumah itu besar.
Kalau dalam
suatu rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi
beberapa pendapat dikatakan pendapat majemuk. Misalnya: “Rumah itu besar dan
sekarang akan dibongkar”.
c)
Kesimpulan
Dimuka
telah diterangkan tentang pembentukan pengertian dan pembentukan pendapat. Baik
pengertian maupun pendapat adalah hasil kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir
selanjutnya adalah membentuk pendapat berdasarkan pendapat-pendapat yang telah
ada. Proses tersebut membuat kesimpulan atau konklusi/keputusan.
Konklusi/kesimpulan
suatu pendapat baru yang dibentuk dari pendapat-pendapat lain yang telah ada.
Macam-macam kesimpulan : kesimpulan deduktif, induktif dan analogis.
1.
Kesimpulan Deduktif
Kesimpulan
deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yakni dimulai dari hal-hal umum yang
menuju pada hal-hal yang khusus/hal-hal yang lebih rendah.
Proses
pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum
menuju pada hal-hal yang lebih konkret. Jalan berpikir demikian disebut jalan
berpikir deduktif.
Prinsip-prinsip
berpikir deduktif
a.
Silogisme
Apa
yang dipandang benar pada semua pendapat/peristiwa yang ada pada suatu jenis,
berlaku pada semua pendapat/peristiwa yang sejenis pula.
Contoh :
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi)
Alat
untuk mencapai pengetahuan dengan jalan deduksi disebut silogisme. Dengan kata
lain, silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari dua
pendapat dan satu kesimpulan. Perhatikan contoh berikut : Semua manusia akan
mati (pendapat pertama). Amin adalah manusia (pendapat kedua). Amin akan mati
(konklusi). Rangakaian pendapat pertama dan kedua disebut silogisme.
b.
Mayor
dan Minor
“Semua
manusia akan mati” (premis
mayor/pertama/pendapat besar).
“Amin
akan mati” (konklusi/kesimpulan)
“Amin
adalah manusia kecil” (premis
minor/kedua/pendapat kecil)
Jadi,
silogisme adalah rangkaian dari premis pertama (mayor), premis kedua (minor)
dan konklusi (kesimpulan). Maka sering dikatakan silogisme = kesimpulan ketiga.
Catatan
: Premis berasal dari bahasa latin premise, artinya dugaan,
sangkaan, dan (assumption, Inggris). Pembentukan kesimpulan adalah dengan dua
premis dan ditarik menjadi satu konklusi.
c.
Suku
Tengah
Kita
hanya dapat menarik kesimpulan dari dua pendapat kalau pendapat pertama dan
kedua tersebut mempunyai suatu unsur (term) yang sama. Pada contoh diatas
terlihat (manusia merupakan unsur yang sama), maka kedudukan manusia disitu
disebut suku tengah.
d.
Kelemahan-kelemahan
Kesimpulan Deduktif
Karena
kesimpulan deduktif dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang ada maka ada
kalanya kesimpulan deduktif ini tidak tepat atau salah. Kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi antara lain :
· Kesalahan material yakni kesalahan dari isi premis mayor. Misalnya
: Semua orang yang rajin bekerja menjadi kaya. Parto rajin bekerja (minor),
Parto dapat menjadi kaya (konklusi).
· Pada contoh tersebut, premis mayor tidak mempunyai isi yang benar,
karena semua orang yang rajin bekerja belum tentu menjadi kaya. Walaupun Parto
bekerja dengan rajin belum tentu dapat menjadi kaya. Maka konklusi yang diambil
tidak benar.
· Kesalahan-kesalahan formal. Kesalahan ini tidak terdapat pada isi
premisnya, tetapi pada jalan deduksinya, misalnya :
I.
Semua
burung dapat terbang (pendapat)
Kelelawar
dapat terbang (pendapat)
Jadi,
kelelawar adalah burung (konklusi)
II.
Semua
kambing bermata dua (pendapat)
Ular bermata dua (pendapat)
Jadi, ular adalah kambing (konklusi)
2.
Kesimpulan Induktif
Kesimpulan
induktif dibentuk dengan cara induksi, yakni dimulai dari hal-hal yang khusus
menuju pada hal-hal yang umum. Proses pembentukan kesimpulan induktif ini
dimulai dari situasi yang konkret menuju ke hal-hal abstrak. Dari
pengertian-pengertian yang rendah pada pengertian-pengertian yang lebih
tinggi/umum. Misalnya :
a.
Batang
manga tumbuh keatas.
Batang
kelapa tumbuh keatas.
Batang
cemara tumbuh keatas.
Konklusi
: Semua tanaman batangnya tumbuh keatas.
b.
Besi
bila dipanaskan memuai.
Perak
bila dipanaskan memuai.
Tembaga
bila dipanaskan memuai.
Konklusi : Semua benda padat bila dipanaskan memuai.
Jalan
berpikir demikian disebut jalan berpikir induktif, dengan memeriksa baik-baik
tentang sifat benda yang diperbandingkan, maka konklusi yang diambil tidak
diragukan lagi.
3.
Kesimpulan Analogi
Kesimpulan
yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari
beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu
dengan situasi sebelumnya. Dalam berpikir analogis, kita meletakkan suatu
hubungan baru berdasarkan hubungan-hubungan baru itu, misalnya :
· Dokter tulisannya buruk
· Rudi tulisannya buruk
· Rudi seorang dokter (konklusi)
Pada
pembentukan kesimpulan dengan jalan analogi, jalan pikiran kita didasarkan atas
persamaan suatu keadaan yang khusus lainnya. Karena pada dasarnya hanya
membandingkan persamaan-persamaan dan kemudian dicari hubungannya. Maka sering
kesimpulan yang diambil itu tidak logis.
Dalam
berpikir analogis ini ada kemungkinan timbul kesimpulan yang berdasarkan pesamarataan
(generalisasi), misalnya :
· Dirun seorang yang kejam
· Abas anak Dirun yang sulung mempunyai sifat kejam
· Ali adik Abas yang terkecil tentu akan menjadi orang yang kejam
pula
Generalisasi
dapat mengandung kesalahan yang besar. Seperti pada contoh diatas ini belum
tentu menjadi seorang yang kejam walaupun ayah dan bundanya mempunyai
sifat-sifat itu.
Dari ketiga jenis kesimpulan dapat dibagikan :
· Kesimpulan deduktif : dari umum ke khusus.
· Kesimpulan Induktif : dari khusus ke umum.
· Kesimpulan Analogi : dari khusus ke khusus.
B.
Bentuk-Bentuk Berpikir
1.
Berpikir dengan pengalaman (Routine Thinking)
Dalam
bentuk berpikir ini, kita harus giat menghimpun berbagai pengalaman pemecahan
masalah yang kita hadapi. Kadang-kadang satu pengalaman itu dipercaya atau
dilengkapi oleh pengalaman-pengalaman yang lain.
2.
Berpikir Representatif
Dengan
berpikir representatif, kita sangat bergantung pada ingatan-ingatan dan
tanggapan-tanggapan saja. Tanggapan-tanggapan dan ingatan-ingatan tersebut kita
gunakan untuk memecahakan masalah yang kita hadapi.
3.
Berpikir Kreatif
Dengan
berpikir kreatif kita dapat menghasilkan sesuatu yang baru, menghasilkan
penemuan-penemuan baru. Kalau kegiatan berpikir kita untuk menghasilkan sesuatu
dengan menggunakan metode-metode yang telah dikenal maka dikatakan berpikir
produktif, bukan kreatif.
4.
Berpikir Reproduktif
Dengan
berpikir ini, kita tidak menghasilkan sesuatu yang baru, tetapi hanya sekedar
memikirkan kembali dan mencocokan dengan sesuatu yang telah dipikirkan
sebelumnya.
5.
Berpikir Rasional
Untuk
menghadapi suatu situasi dan memecahkan masalah digunakanlah cara-cara berpikir
logis. Untuk berpikir ini tidak hanya sekedar mengumpulkan pengalaman dan
membanding-bandingkan hasil berpikir yang telah ada, melainkan dengan keaktifan
akal kita memecahkan masalah.
6.
Tingkat-Tingkat Berpikir
Aktivitas
berpikir tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala berpikir
tidak berdiri sendiri, dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa
yang lain. Misalnya pengamatan, tanggapan, ingatan , dan sebagainya.
Aktivitas
berpikir sendiri adalah abstrak. Namun demikian, dalam praktik sering kita
jumpai bahwa tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan secara abstrak. Dalam menghadapi
masalah-masalah yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan supaya
persoalan yang kita hadapi menjadi lebih konkret. Sehubungan dengan itu memang
ada beberapa tingkat berpikir. Diantaranya,
a.
Berpikir
Konkret
Dalam
tingkatan ini kegiatan berpikir masih memerlukan situasi-situasi yang nyata / konkret.
Berpikir membutuhkan pengertian sedangkan pengertian yang diperlukan pada
tingkat ini adalah pengertian yang konkret. Tingkat berpikir ini pada umumnya
dimiliki oleh anak-anak kecil. Konsekuensi dan aktif pelajaran hendaknya
disajikan dengan peragaan langsung.
b.
Berpikir
Skematis
Sebelum
meningkat pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian
bahan, skema, corat-coret, diagram, simbol, dan sebagainya. Walaupun pada
tingkat ini kita berhadapan dengan situasi nyata/konkret, tetapi dengan
pertolongan bagan-bagan, corat-coret ini dapat memperlihatkan hubungan
persoalan yang satu dengan yang lainnya, dan terlihat pula masalah yang
dihadapi sebagai keseluruhan. Dengan pertolongan bagan-bahgan tersebut situasi
yang dihadapi tidak benar-benar konkret dan tidak benar-benar abstrak.
c.
Berpikir
Abstrak
Kita
berhadapan dengan situasi dan masalah yang tidak berwujud, akal pikiran kita
bergerak bebas dalam alam abstrak. Baik situasi-situasi nyata maunpun
bagan-bagan /symbol-simbol/gambar-gambar skematis tidak membantunya. Namun
demikian, tidak berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri melainkan
tanggapan, ingatan dapat membantunya. Disamping itu, kecerdasan pikir
sendirilah yang berperanan memecah-kan masalah. Maka tingkat ini dikatakan
tingkat berpikir yang tinggi. Orang-orang dewasa biasanya telah memilki
kemampuan berpikir abstrak ini.
Kemampuan
berpikir manusia selalu mengalami perkembangan sebagaimana diterangkan didepan.
Pada anak-anak masih dalam tingkat konkret. Makin maju perkembangan psikisnya
kemampuan berpikirnya berkembang setahap demi setahap, meningkat pada hal-hal
yang agak abstrak, yakni tingkat bagan skematis. Dari tingkat bagan makin lama
makin berkembang kemampuan berpikirnya dan berkembanglah kemampuan
abstraksinya. Semakin tinggi tingkat abstraksinya, maka hal-hal yang konkret
makin ditinggalkan .
C.
Gangguan Berpikir
Setelah
kita membicarakan fungsi dan peranan, sifat-sifat dan kualitas berpikir maka
kita perlu mengetahui beberapa gangguan pikiran yang dapat menimbulkan
penyelewengan berpikir.
Beberapa gangguan berpikir, antara lain :
1.
Oligoprenia
: tuna kecerdasan (oliges = sedikit, phren=jiwa pikiran). Penderita oligoprenia
seolah-olah dilahirkan dengan bekal yang terbatas, dan perkembangan intelaknya
pun terbatas pula.
2.
Idiola
: ketunaan yang terberat, terdapat tanda-tanda tidak ada kemampuan memenuhi
hidup sendiri, sukar mengembangkan diri.
3.
Imbesila
: dungu, lebih ringan daripada idiot. Orang yang imbesila sudah dapat mandi
sendiri, makan sendiri, hanya tingkat perkembangannya terbatas.
4.
Debilita
: tolol, moron, lemah kemampuan. Kemampuannya mendekati oaring yang normal,
namun taraf kemajuan yang dapat dicapai masih sangat terbatas.
5.
Demensia
: mula-mula penderita mengalami perkembangan normal, tetapi sesuatu sebab
perkembangannya terhenti dan mengalami kemunduran yang mencolok.
6.
Delusia
: (keadaan yang menunjukkan gagasan yang ilisif). Delusia sangat erat
hubungannya dengan gejala ilusi, penderita mempunyai keyakinan yang kuat
tentang sesuatu, tetapi tidak menurut kenyataan.
7.
Obsesia
: (obsessio = pengepungan). Penderita seolah-olah dikepung atau dicengkeram
oleh pikiran-pikiran tertentu yang tidak masuk akal (tidak logis). Makin besar
usaha untuk melepaskan diri, makin besar pula gangguan pikiran yang
mencengkeram.
Catatan Praktis
1.
Kemampuan
berpikir sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Tetapi karena manusia
tidak hanya mempunyai kemampuan pikir saja maka dalam pendidikan tidak
dibenarkan kalau hanya memperhatikan perkembangan dan kecerdasan pikir semata.
Hal ini akan menimbulkan pendidikan yang berat sebelah, yakni pendidikan yang
intelektualistis (intelektualisme dalam pendidikan), yakni aliran yang
menagung-agungkan kemampuan pikir.
2.
Jiwa
manusia merupakan suatu kebutuhan total, tiap gejala tidak berdiri sendiri,
tetapi satu sama lain saling berhubungan dalam satu kebulatan organis. Daya
pikir akan dapat bekerja lebih baik kalau fungsi-fungsi jiwa yang lain
membantunya. Maka untuk mencapai pendidikan yang harmonis segala fungsi jiwa
tidak dapat diabaikan.
3.
Belajar
tidak sama dengan berpikir. Dalam belajar terdapat aktivitas pikir dan dalam
proses belajar diperlukan aktivitas seluruh fungsi jasmani dan rohani
sebaik-baiknya.
4.
Menghafal
dan mengingat tidak sama dengan brpikir maka kemampuan menghafal dan mengingat
yang baik belum memberi jaminan bahwa orang itu cerdas pikiran-nya. Namun
demikian, kemampuan mengungat tidak dapat diabaikan, dan ingatan akan sangat
besar fungsinya, kalau gejala sesuatu yang diingat benar-benar dimengerti.
Berhubungan dengan ingatan, dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan
pengetahuan yang setiap saat siap digunakan. Pengetahuan semacam itu disebut
pengetahuan siap atau pengetahuan parat (paratekennis). Pengetahuan siap tidak
hanya merupakan yang sekadar hafal saja, tetapi pengetahuan yang pengertiannya
benar-benar dikuasai.
5.
Kemampuan
berpikir tumbuh bertingkat-tingkat, dari tingkat konkret ke tingkat abstrak.
Pendidikan dan pengajaran hendaknya dusesuaikan dengan tingkat perkembagan
pkikiran. Sehubungan dengan ini penggunaan peragaan sangat penting bagi anak
yang masih banyak dikuasai oleh sifat-sifat kekonkretan.
6.
Daya
berpikir dapat berubah dan meningkat kualitasnya. Demikian pula kecerdasan
manusia dapat dikembangkan dan diselidiki. Namun demikian, peningkatan
kecerdasan manusia ada batasnya. Ada gejala-gejala yang menunjukkan kemauan
kecerdasan, dan makin lama makin baik, da nada pula yang sebaliknya.
Kecerdasan
tidak mungkin tumbuh melampaui batas kecerdasan yang ditentuka oleh bakat.
Pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan dibatasi adanya kematangan (maturity).
Jadi, usaha meningkatkan kemampuan pikir tidak dapat dipaksakan kalau memang
bakat tidak mengizinkan, dan tugas-tugas pikir tidak dapat dipaksa-paksakan
kepada anak, kalau memang kematangan untuk sesuatau tugas pikir itu belim
matang. Usaha menanamkan suatu pengertian tidak akan berhasil kalau segi kematangan
diabaikan. Maka dalam asas mengajar, ditekankan, pengajaran hendaknya
disesuaikan dengan tingkat kemampuan/kemajuan anak serta kematangannya.
7.
Pembinann
bahasa yang baik banyak membantu pembentukan daya pikir anak. Menurut pendapat
baru, membaca dalam hati adalah satu bagian dari mata pelajaran membaca yang
tidak dapat diabaikan dalam melatih kecerdasan anak.
8.
Verbalisme
masih merupakan penyakit dalam pengajaran. Dengan verbalisme dimaksudkan, anak
belajar tanpa menggunakan kerja pikir yang semestinya, anak banyak menirukan,
banyak menghafal sesuatu, tetapi apa yang dihafal itu tidak dipahami isinya.
II.
INTELIGENSI (Kecerdasan)
Setelah
dibicarakan tentang berpikir, sampailah kita pada pembicaraan yang berhubungan
dengan kualitas berpikir, yakni kecerdasan berpikir/inteligensi.
A.
Pengertian tantang Inteligensi
Andaikan
pikiran kita diumpamakan sebagai senjata, bagaimanakah kualitas dari senjata
itu, tajam/tidakkah? Membicarakan tentang tajam atau tidaknya, kemampuan
berpikir tidak lain kita bicarakan inteligensi (kecerdasan). Sehubungan dengan
ini perlu diketahui lebih dahulu apakah intelek dan apakah inteligensi itu.
Intelek
(pikiran), dengan intelek orang dapat menimbang, menguraikan,
menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.
Inteligensi
(kecerdasan pikiran), dengan inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan
cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi/untuk memecahkan suatu masalah.
Dengan kata lain inteligensi adalah situasi kecerdasan pikir, sifat-sifat perbuatan
cerdas (inteligen). Pada umumnya inteligen ini dapat dilihat dari
kesanggupannya bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah,
dengan keadaan diluar dirinya yang biasa maupun yang baru. Jadi, perbuatan
cerdas dicirikan dengan adanya kesanggupan beraksi terhadap situasi dengan
kelakuan baru yang sesuai dengan keadaan baru.
B.
Tingkat-Tingkat Inteligensi (Kecerdasan)
Kemampuan
menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru tidak sama untuk tiap-tiap makhluk.
Tiap-tiap orang mempunyai cara-cara sendiri. Maka dapat dikatakan, bahwa
kecerdasan bertingkat-tingkat. Mungkin ada berbagai tingkat kecerdasan, tetapi
dalam uraian ini hanya akan diutarakan beberapa tingkat kecerdasan binatang,
kecerdasan anak kecil yang belum dapat berbahasa, dan tingkat kecerdasan
manusia.
a.
Kecerdasan
Binatang
Pada
mulanya banyak orang keberatan menggunakan istilah inteligensi pada binatang,
kerena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut
hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.
Pendapat yang menolak dipergunakannya istilah kecerdasan pada binatang, dapat
dijelaskan dengan contoh percobaan berikut :
i.
W.
Kohler (ahli ilmu jiwa Jerman) dengan percobaannya seekor kera dikurung dalam
sebuah kandang, diluar kandang diletakkan sebuah pisang yang jauh jaraknya.
Dalam kandang diletakkan sebuah tongkat. Ternyata setelah kera tersebut tidak dapat
meraih pisang maka diambillah tongkat didalam kandang tersebut untuk meraih
pisang untuk dimakannya.
ii. Percobaan kedua juga dilakukan oleh W. Kohler, seekor kera dikurung
dalam kandang. Diluar kandang diletakkan sebuah pisang yang tidak terjangkau
oleh kera. Didalam kandang diletakkan dua buah tongkat yang tidak terjangkau
juga untuk meraih pisang. Setelah dicobanya meraih pisang berkali-kali ternyata
tidak berhasil maka disambunglah kedua tongkat tersebut sehingga akhirnya
pisang berhasil diraihnya.
Kesimpulan : Dari
kedua percobaan tersebut ternyata kera berusaha menyesuaikan diri dengan
keadaan, padanya timbul sesuatu yang baru yaitu perbuatan yang tidak terkandung
didalam bentuk kelakuan naluri. Kera dapat menolong dirinya dalam situasi yang
asing baginya. Maka kelakuannya tersebut dapat disebut kelakuan inteligen, dan
kesanggupannya yang demikian disebut inteligensi.
Catatan
: Kecerdasan pada binatang sangat terbatas, yakni terikat pada sesuatu
yang konkret. Sebab kalau tongkat tersebut tidak tampak olehnya maka tidak
mungkin dapat mencari tongkat sendiri untuk meraih pisang. Demikian pula
kecerdasan yang dimiliki oleh kera tidak dapat berkembang, karena tidak
berkembangnya bahasa hewan.
b.
Kecerdasan
Anak
Yang
dimaksudkan anak-anak disini adalah anak-anak kecil berumur ±1 tahun dan belum
dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan
yang telah dipraktikkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.Usaha-usaha
membandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam
mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak. Bahkan jauh sebelum Kohler
menyelidiki kecerdasan kera, Boutan telah mempelajari dan membandingkan
perbuatan kecerdasan kera dengan kecerdasan anak-anak kecil.
Hasil dari
Penyelidikan Boutan dapat memberi kesimpulan, sbb :
· Anak-anak kecil yang berumur ±1 tahun (belum dapat berbicara)
tingkat kecerdasanya hampir sama dengan kera. Sebagaimana soal yang dihadapkan
pada kera dapat diselesaikan oleh anak-anak. Oleh karena itu, umur anak pada
kira-kira satu tahun sering disebut “umur simpanse”.
Kemampuan
mempergunakan bahasa (berbicara) merupakan garis pemisah antara hewan dengan
manusia. Menurut Boutan, anak-anak yang sudah dapat berbicara sudah bekerja
seperti manusia kecil. Dan sesudah dapat berbicara majulah ia dan makin lama
makin jauh melebihi angka kecerdasan kera.
Anak
yang sudah dapat berbicara, lebih cepat memperoleh penyelesaian tantang masalah
yang dihadapi. Fungsi bahasa dapat menumbuhkan pengertian permulaan tentang
perhubungan dengan unsur dalam situasi, hal itu memungkinkan anak dapat melihat
hubungan yang teratur tentang apa yang dihadapi.
Dalam
segala pernyataan fungsi jiwa, bahasa merupakan suatu momen yang sangat
penting. Salah satu momen yang terpenting dalam bentuk kelakuan inteligen
menusia adalah bahasa. Dengan bahasa kita dapat membentuk dunia, baik yang konkret
maupun yang abstrak.
Makin
cerdas suatu makhluk, makin kurang cara-cara mengatasi kesulitan dengan jalan
meraba-raba/coba-coba. Seolah-olah kecerdasan menentang cara penyelesaian
kesulitan dengan menggunakan insting dan coba-coba.
c.
Kecerdasan
Manusia
Sesudah
anak dapat berbahasa, tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera.
Tingkat kecerdasan manusia (bukan anak-anak) tidak sama dengan kera dan
anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain :
1.
Penggunaan
Bahasa
Kemampuan
berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi. Dengan
bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi pendapat, perasaan, dan sebagainya).
· Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat
hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat.
· Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang
lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang
yang konkret maupun hal-hal yang abstrak.
· Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.
2.
Penggunaan
Perkakas
Kata
Bergson, perkakas merupakan sifat terpenting dari kecerdasan manusia, dengan
kata lain : perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana
mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.
v Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat
merupakan perantara antara makhluk yang berbuat dengan objek yang diperbuat.
Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih
luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/diusahakan dan diubah sedemikian
rupa sehingga dengan mudah cara yang tepat dapat dipakai untuk kesulitan atau
mencapai sesuatu maksud tersebut.
Perbedaan antara
Binatang dan Manusia
Binatang :
Dalam mengatasi kesulitan hidup atau mencapai maksudnya sebagian memakai alat
yang menjadi miliknya, misalnya : paruh, kuku, sayap, dan sabagainya.
Manusia : Menemukan,
menggunakan, membuat dan memelihara perkakas. Untuk mengatasi berbagai problem
hidup banyak dipergunakan berbagai perkakas dan perkakas itu selalu
dikembangkan, disempurnakan menurut keperluan hidup, antara lain penggunaan api
untuk keperluan hidup, lokomotif, timbangan, alat-alat komunikasi, dan sabagainya.
a)
Mendapatkan
Perkakas
Kecerdasan
manusia mendorong untuk mendapatkan segala sesuatu yang dapat memudahkan usaha
manusia mencapai kebutuhan-kebutuhan hidup. Untuk ini manusia hanya menggunakan
alat-alat yang dimiliki semata-mata, tetapi mengambil segala sesuatu yang ada
di sekitarnya yang digunakan sebagai perkakas.
b)
Membuat
Perkakas
Perkakas
yang digunakan oleh manusia ternyata tidak hanya sekedar diambil dari
lingkungan sekitarnya, tetapi manusia juga membuat perkakas untuk keperluannya.
Pembuatan perkakas adalah perbuatan yang serempak antara kecerdasan dan
keterampilan tangan. Pembuatan perkakas selalu membutuhkan pendapat tentang
tujuan, untuk apa alat dibuat? Penyelesaian perkakas tersebut dengan tujuan
(dapatkah alat tersebut untuk mencapai tujuan itu?). Dan hubungan antar tangan
dan perkakas, yakni dapatkah tangan membuat alat itu dan dapatkah tangan
menggunakan alat-alat itu.
c)
Memelihara
Perkakas
Peranan
perkakas dalam segala perbuatan manusia sangat penting. Seorang ahli jiwa
mengatakan, bahwa barang-barang yang ada disekitar manusia adalah perkakas.
Manusia tidak hanya dapat mangambil dan menggunakan perkakas yang ada disekitar-nya,
tetapi dapat membuat menurut kebutuhannya. Disamping itu, manusia dapat
memelihara dan mengembangkan perkakas untuk keperluan dimasa yang akan datang.
Betapa besar pengaruh perkakas bagi manusia. Dengan perkakas yang telah
dicapai, manusia selalu mencari pendapatan yang baru.
Penggunaan
bahasa, penemuan, penggunaan, pemeliharaan dan penyempurnaan perkakas adalah
kebudayaan. Didalam kebudayaan manusia, menggagap, mengkhayal, dan berpikir pun
memegang peranan. Dengan inteligensinya, manusia memperlakukan alam sebagai
alat. Oleh sebab itu, sepanjang sejarah manusia, macam dan jumlah perkakas yang
tidak terhingga banyaknya, kesemuanya tidak terdapat pada binatang.
C.
Macam-macam Inteligensi
1)
Inteligensi
Terikat dan Bebas
Inteligensi
terikat ialah inteligensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada
lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus
segera dipuaskan. Dalam situasi yang sewajarnya boleh dikatakan tetap
keadaannya maka dikatakan terikat. Perubahan mungkin dialami juga, kalau
perbuatan-nya senantiasa diulang kembali. Misalnya, inteligensi binatang dan
anak-anak yang belum berbahasa.
Inteligensi
bebas, terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan
inteligensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai
suatu tujuan. Kalau tujuan telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan
yang lain, yang lebih tinggi dan lebih maju. Untuk hal-hal tersebut manusia
menggunakan inteligensi bebas.
2)
Inteligensi
menciptakan (kreatif) dan meniru (eksekutif)
Inteligensi
mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat
yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Inteligensi kreatif menghasilkan penemuan
baru, seperti : kereta api, radio, listrik, pesawat, dan sebagainya.
Inteligensi
meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang
lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.
D.
Faktor-faktor yang Menentukan Inteligensi Manusia
1)
Pembawaan
Inteligensi
bekerja dalam suatu situasi yang berlainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya
mengatasi persoalan ditentukan pula oleh pembawaan.
2)
Kematangan
Kecerdasan
tidak tetap statis, tetapi dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan
berkembangnya inteligensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani,
umur dan kemampuan-kemampuan lain yang telah dicapai (kematangannya).
E.
Macam-macam Tes Inteligensi
1.
Tes
Binet-simon
2.
Tes
Tentara (army Mental Test) di Amerika
3.
Mental-tes
Jenis
tes ini tidak hanya menyelidiki kecerdasan saja, tetapi untuk menyelidiki
keadaan jiwa dan kesanggupan jiwa. Jadi, mental-tes yang diselidiki meliputi pengamatan,
ingatan, fantasi, pikiran, kecerdasan, perasaan, perhatian serta kemauan.
Kalau
demikian maka tes kecerdasan hanya sebagian dari mental-tes. Didalam mental-tes
disusunlah bermacam-macam tes dengan berbagai metode sesuai dengan segi-segi
yang diselidiki.
4.
Scholastik-tes
Tes
ini tidak hanya untuk menyelidiki kecerdasan anak, tetapi untuk menyelidiki
sampai dimana kemampuan dan kemajuan anak atau kelas dalam mata pelajaran di
sekolah. Tes ini disusun sebagai ujian mengenai mata pelajaran, misalnya :
bahasa, berhitung, sejarah, ilmu bumi, ilmu alam, dan sebagainya. Kalau tes ini
dilaksanakan dengan tertib dan teratur dapatlah menggantikan sistem ujian yang
lazim dilaksanakan sekarang.
III.
ISTILAH-ISTILAH LAIN YANG BERKAITAN
A.
Intuisi
Intuisi
berasal dari intueri yang artinya mengindra dengan jiwa, memandang dengan
batin. Kata lain dari intuisi ialah ilham, artinya bisikan kalbu atau suara
kalbu.
Dalam
menghadapi suatu masalah banyak jalan yang kita tempuh diantaranya kita
berpikir. Proses dan aktivitas berpikir bertingkat-tingkat dan berakhir pada
suatu penemuan baru yang disebut kesimpulan. Disamping itu, ada penemuan
sesuatu yang baru, tetapi tidak merupakan hasil berpikir biasa. Peristiwa jiwa
semacam ini disebut intuisi. Intuisi ialah kemampuan jiwa manusia dalam
mendapatkan kesimpulan dari suatu soal tanpa uraian, tanpa ketenangan dan tanpa
analisis apapun.
v Intuisi tidak berdasarkan proses berpikir yang berturut-turut,
tidak berdasarkan pertimbangan dan perhitungan seksama.
v Intuisi terjadi sama halnya dengan perbuatan instingtif, yakni
tidak dengan aktivitas pikir, tetapi tidak sama dengan insting. Instuisi
memberi suatu keyakinan langsung terhadap penyelesaian suatu masalah tanpa
pertimbangan pikir, tidak dengan uraian, penyelidikan dan pembuktian apapun.
v Intuisi banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang
mempunyai nilai yang baik, tetapi kadang-kadang berakibat yang tidak
menyenangkan.
v Biasanya wanita lebih intuitif daripada pria, hal itu disebabkan
karena wanita lebih banyak menggunakan perasaannya.
v Para seniman lebih banyak bekerja dengan menggunakan aktivitas
emosinya. Maka datangnya suatu ilham bagi seniman mempunyai arti penting dalam
mengerjakan karya seninya.
v Berpikir adalah berbicara batin yang tidak terdengar.
v Berbicara (berbahasa) adalah berpikir yang terdengar.
Untuk
sementara agaknya pendapat itu memang benar, memang ada hubungan antara
berpikir dan berbahasa, yang dinyatakan dalam bentuk perkataan, (perkataan
mengandung pengertian). Namun demikian, pendapat tersebut tidak sepenuhnya
mutlak benar, sebab ada kalanya kita mempunyai suatu pengertian tetapi belum
dapat menyatakan dengan perkataan (dalam bentuk bahasa), sebaliknya sering ada
suatu gejala bahasa yang tidak disertai adanya pengertian tertentu. Walaupun
begitu kita dapat menerima bahwa :
§ Bahasa dan berpikir mempunyai hubungan erat.
§ Bahwa bahasa dan berpikir mempunyai hubungan saling pengaruh.
Misalnya :
v Kalau kita menanggapi pernyataan seseorang yang menggunakan susunan
bahasa yang teratur-sistematis maka tidak berlebihan kalau kita menduga bahwa
jalan pikiran orang tersebut teratur dan sistematis pula, dan sebaliknya orang
yang terganggu pertumbuhan dan perkembangan bahasanya, ada kemungkinan besar
perkembangan dan jalan pikiranyya agak terganggu pula. Perhatikan orang yang
tuna bicara (bisu,bisu-tuli).
Bahasa adalah alat berpikir yang semudah-mudahnya
dan seluas-luasnya. Tetapi bahasa seperti yang digunakan sehari-hari oleh
kebanyakan orang, pada umunya tidak merupakan syarat mutlak untuk berpikir.
Sebab, bagi orang yang bisu atu bisu-tuli tidak dapat menghasilkan buah pikiran
yang baik, namun orang tuna wicara/bisu itu dapat menggunakan bahasa. Memang
ada orang yang bisu, tuli dalam hidupnya dapat mencapai prestasi yang gemilang.
Misalnya : Hellen keller, seorang wanita Amerika yang hidup pada tahun
1880-1968. Dia menjadi buta, bisu, dan tuli pada waktu dia berumur 19 bulan.
Berkat pendidikan dan usaha gurunya Miss Sulivan, ia dapat mencapi kemajuan,
bahkan sampai dapat menulis riwayat hidupnya sendiri dan berbagai pengetahuan
yang tinggi tingkatannya. Hal itu diperoleh sejak ia menyadari bahwa tiap benda
ada namanya.
Menurut
penyelidikan, bahwa ketunaan/kekurangan salah satu panca indera atau salah satu
kesanggupan jiwa biasanya memiliki kesanggupan yang luar biasa pada panca
indera atau kesanggupan jiwa yang lain. Hal ini lebih meyakinkan kepada kita
bahwa Tuhan benar-benar Maha Besar dan Maha Adil.
Karena
bahasa bukan satu-satunya pernyataan pikir maka ada kalanya orang mempunyai
kemampuan pikir yang baik, tetapi tidak dapat menyatakan dalam bentuk bahasa
yang baik, dan sering pernyataannya itu dibentuk dengan jenis pernyataan yang
lain. Misalnya : mimik, pantomim mimik, dan gerakan-gerakan, anggota badan yang
lain.
Pengaruh
bahasa terhadap pikiran manusia besar sekali. Mendapatkan pengertian tentang
sesuatu amat mudah karena benda, perbuatan, dan sabagainya mempunyai nama.
Dengan pertolongan bahasa kita dapat menyimpan pikiran kita, dapat membantu
perkembangan pikir dan dapat menyatakan buah pikiran kita keluar (kepada orang
lain). Ingat fungsi bahasa pada manusia!
Kemampuan
berbahasa adalah rahmat Tuhan yang sangat besar, karena dengan bahasa :
v Manusia dapat membedakan dirinya dan bukan dirinya.
v Manusia dengan bunyi-bunyi yang keluar dari mulutnya (atau gambaran
suara, tulisan) dapat membetuk kata.
v Manusia mempunyai kesadaran bahwa apa saja dapat diberi nama, baik
barang yang konkret maupun yang abstrak.
Berbahagialah
manusia yang dikaruniai kemampuan berbahasa, yang sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan pikir, perkembangan jiwa, perkembangan pribadi, dan
perkembangan kebudayaan manusia.
B.
Korelasi
Dalam
mempelajari kejiwaan manusia, lebih banyak kita hanya menginterpretasi
(menafsir) gejala-gejala yang tampak dan dapat kita amati. Disamping penafsiran
gejala jiwa satu demi satu, timbul suatu pertanyan : Adakah hubungan tetap
antar gejala jiwa dengan keadaan jasmani? Adakah hubungan yang tetap antara
gejala jiwa yang satu dengan gejala yang lain? Selanjutnya timbul pertanyaan:
Adakah korelasi antara bentuk tengkorak dengan ingatan? Bentuk badan dengan
watak? Kebodohan dengan kemiskinan? Kemiskinan dengan kejahatan? Umur dengan
ingatan? Fantasi dengan pengalaman? Ada tidaknya korelasi tentang hal itu belum
dapat ditentukan dengan pasti, dan hal tersebut sampai kini masih dalam
penyelidikan.
Macam-macam
korelasi
a.
Kerelasi
Positif : Adanya hubungan yang bersesuaian antara gejala satu dengan gejala
lain, kemampuan satu dengan kemampuan lain. Misalnya : Ada hubungan yang
bersesuaian antara menggambar dengan menyanyi.
b.
Korelasi
Negatif : Tidak adanya hubungan yang bersesuaian atau sejalan antara kedua
sifat, gejala atau kemampuan. Misalnya, tidak ada hubungan yang bersesuaian
antara minat musik dan ilmu pasti.
c.
Korelasi
Kausal : (Causa=sebab; kausalitas=sebab-musabab). Hubungan bersesuaian antara
dua hal yang dapat dipahamkan, bahwa yang satu menjadi timbulnya yang lain.
Misalnya, buruknya keadaan masyarakat dan kejahatan, pemanjaan dan
penyelewengan, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar